Praktisi Hukum Sebut PKPU 23/2023 soal Syarat Capres-Cawapres Cacat Formil

Putusan Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • VIVA

Jakarta – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yusuf, Mirza Zulkarnain, menyoroti Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2023 yang menjadi dasar syarat pencalonan capres-cawapres. Mirza menilai PKPU itu dinilai cacat formil karena PKPU tersebut bertentangan dengan putusan MK No 141/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada 29 November 2023 lalu.

MK Putuskan KPK Berwenang Usut Korupsi Militer, Nurul Ghufron Bilang Begini

Berdasarkan pertimbangannya, MK dalam Putusan 141 itu mengakui bahwa terkait persyaratan capres/cawpres jika diperlukan perubahan syarat batas usia minimal, maka berdasarkan penalaran yang wajar adalah dapat dipilih pernah menjabat sebagai gubernur, yang persyaratannya ditentukan lebih lanjut oleh pembentuk undang-undang.

“Karenanya keputusan KPU yang menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres dengan berbekal syarat pernah berpengalaman sebagai wali kota bertentangan putusan MK No 141,” ujar Mirza, dalam keterangan yang diterima, Sabtu 2 Desember 2023.

MK Tegaskan KPK Berwenang Usut Korupsi Militer: Kesampingkan Budaya Sungkan dan Ewuh Pakewuh

Ilustrasi surat suara di pemilu

Photo :
  • vstory

Menurut Mirza, secara substantif MK menyatakan bahwa ‘seharusnya hanya yang pernah atau sedang berpengalaman menjadi gubernur saja’ yang memenuhi syarat sebagai calon presiden dan wakil presiden. Sementara berpengalaman sebagai bupati/wali kota, tidak memenuhi syarat. 

Airin Kalah Versi Quick Count Pilgub Banten, PDIP Sebut Anomali dan Bakal Bawa ke MK

Lalu, jika mengikuti konstruksi Putusan MK 141, seharusnya putusan MK 90/PUU-XXI/2023 tidak bisa langsung dijadikan dasar bagi KPU untuk mengeluarkan PKPU Nomor 23 tahun 2023 tentang penambahan syarat berpengalaman di pilkada bagi capres/cawapres. Sebab Putusan 141 mengamanatkan implementasi dan pemaknaan lebih lanjut dari frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” adalah open legal policy yang menjadi ranah pembentuk UU.

“Oleh karena itu DPR harus merevisi UU Pemilu terlebih dahulu dan menentukan pilihan hukumnya apakah syarat usia ditambahkan dengan berpengalaman di pilkada hanya sebatas pada level gubernur, atau meliputi juga bupati/wali kota,” jelasnya.

Kalau DPR sudah menentukan pilihan hukumnya, lanjut Mirza, baru KPU bisa mengeluarkan PKPU dengan merujuk pada hasil revisi UU Pemilu tersebut. 

“Maka PKPU 23 Tahun 2023 cacat formil dan segala keputusan yang didasarkan pada PKPU itu juga cacat formil,” tegasnya.

Sebelumnya LBH Yusuf telah mengajukan uji materil terhadap PKPU 23 tersebut ke Mahkamah Agung karena memiliki cacat formil. Putusan MK 141, dengan demikian, menguatkan pandangan LBH Yusuf tersebut.

Ilustrasi Pemilu.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Sebagai informasi, MK pada Rabu 29 November lalu mengeluarkan Putusan No 141/PUU-XXI/2023 terkait uji materi terhadap Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang persyaratan usia capres sebagaimana telah dimaknai oleh MK melalui putusan No 90/PUUXXI/2023. 

Dalam petitumnya, pemohon meminta kepada MK agar Pasal 169 huruf q UU 7/2017, sepanjang tidak dimaknai “atau berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat Provinsi, yakni Gubernur dan/atau Wakil Gubernur” dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. 

MK kemudian menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan Brahma Aryana itu. Namun demikian dalam pertimbangannya, MK berpendirian bahwa penentuan batas usia merupakan wilayah kewenangan pembentuk undang-undang (open legal policy).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya