Politik Uang di RI Tertinggi Ketiga di Dunia setelah Uganda dan Benin, Menurut Burhanuddin Muhtadi

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi seusai pengukuhannya menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, di Jakarta, Rabu, 29 November 2023.
Sumber :
  • ANTARA/Sean Muhamad

Jakarta - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyinggung soal politik uang saat dikukuhkan menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
 
Dalam orasi ilmiahnya, Burhanuddin mengangkat tema "Votes for Sale: Klientelisme, Defisit Demokrasi, dan Institusi" yang secara garis besar menyinggung tentang politik uang di negara demokrasi saat pemilihan umum (pemilu).
 
"Saya mengulas dinamika jual beli suara di Indonesia dan menginvestigasi secara menyeluruh. Pertanyaannya: seberapa banyak praktik politik uang di Indonesia dan seberapa efektif?" ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu, 29 November 2023.

Sibuk Politik, 2024 Jadi Tahun yang Penuh Guncangan bagi Krisdayanti

Ilustrasi Pemilu.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Berdasarkan riset yang dilakukannya, sekitar 33 persen atau 62 juta dari total 187 juta pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014 terlibat politik uang. Indonesia pun menjadi negara dengan tingkat politik uang tertinggi ketiga di dunia, di bawah Uganda dan Benin.

Keterlibatan Akademisi dalam Perumusan Regulasi Perlu Dimaksimalkan

 
Burhanuddin melanjutkan pemilih yang menjadi simpatisan menjadi target politik uang. Jumlahnya mencapai 15 persen dari total pemilih, sedangkan 85 persen lainnya adalah massa mengambang (swing voters).

Pengamat Ungkap Sejumlah Dampak Negatif jika Pilkada lewat DPRD

"Mereka enggan membidik pemilih mengambang karena menganggap menerima uang, tapi soal [kesediaan untuk] memilih, tidak bisa diandalkan," ujarnya.
 
Burhanuddin mengakui strategi pembelian suara hanya mempengaruhi pilihan 10 persen pemilih. Kendati demikian, jumlah tersebut lebih dari cukup bagi banyak kandidat untuk mencetak kemenangan dalam pemilu.

ilustrasi Bawaslu sosialisasi tolak politik uang

Photo :
  • ANTARA FOTO/Agus Bebeng

 
"Kandidat butuh segelintir suara. Angka 10 persen bisa menjadi faktor penentu kemenangan. Rata-rata margin kemenangan untuk mengalahkan rivalnya hanya 1,6 persen. Jadi, [jumlah 10 persen] bisa membuat perbedaan caleg yang menang dan yang kalah," ujarnya.
 
Hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat. Ia meyakini kebenaran atas apa yang dipaparkan Burhanuddin, karena penelitian jual beli suara sudah lama dilakukannya bahkan menjadi topik disertasi.

"Saya kira, tadi pidato ilmiahnya penting sekali untuk kita cermati, kita garis bawahi, dan kita dalami karena sebetulnya ini peringatan buat kita semua. Kalau kita ingin membangun demokrasi yang sesungguhnya, PR kita masih banyak," ujarnya. (ant)

Diskusi bedah buku Selamat Datang Otokrasi: Pemilu, Kekuasaan, dan Kemunduran Demokrasi di Jakarta, Jumat, 20 Desember 2024.

Pilpres 2024 Dinilai Mulai Geser Demokrasi RI Jadi Otokrasi Elektoral yang Mengkhawatirkan

Pilprres 2024 dinilai sebagai fenomena yang mengkhawatirkan bagi demokrasi Indonesia karena mulai menggeser demokrasi Indonesia menuju otokrasi elektoral.

img_title
VIVA.co.id
20 Desember 2024