Ganjar Beri Rapor Merah Penegakan Hukum di Era Jokowi, Gerindra: Itu Evaluasi Pribadi atau Tim?
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta - Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad merespons rapor merah yang diberikan calon presiden (capres) nomor urut dua, Ganjar Pranowo terhadap penegakan hukum di era kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Ganjar beri nilai 5 dalam penegakan hukum di era Jokowi.
Dasco mempertanyakan, rapor merah tersebut merupakan evaluasi Ganjar pribadi atau tim pemenangan dari Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Saya belum tahu apakah itu evaluasi pribadi atau evaluasi tim pemenangan nasionalnya Ganjar-Mahfud," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 20 November 2023.
Dasco lantas menyinggung soal posisi Mahfud MD yang merupakan calon wakil presiden (cawapres) nomor dua sekaligus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam). Menurutnya, ada tanggungjawab Mahfud di balik penegakan hukum di Indonesia.
"Kalau saya lihat juga di situ kan ada Pak Mahfud, sebagai penanggungjawab Polhukam. Sehingga, nanti beliau silakan, saya enggak mau berkomentar lebih banyak karena belum tahu apakah itu kebijakan, evaluasi personal atau dari tim evaluasinya," tuturnya.
Sebelumnya, capres Ganjar Pranowo menyebut penegakan hukum di masa Presiden Jokowi mengalami nilai jeblok. Eks Gubernur Jawa Tengah itu beri nilai 5 dari skala 1 sampai 10. Artinya, kata dia, penegakan hukum, pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi itu turun drastis.
“Kalau terkait itu (penegakan hukum), jeblok. Poinnya 5 (artinya dari 1-10),” kata Ganjar saat dialog dengan Zainal Arifin Muchtar dari UGM tentang berapa rapor Pemerintahan Joko Widodo saat acara Sarasehan Nasional IKA UNM di Makassar, pada Sabtu, 18 November 2023.
Menurut dia, penegakan hukum di Indonesia berada di angka 7 hingga 8 itu sebelum jelang tahapan Pemilu 2024. Tapi, bagi dia, nilai tersebut jeblok setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Nah, dari situ, muncul persepsi buruk di publik yang seolah-olah ketegasan itu tidak ada lagi.
“Melihat dengan kasus di MK yang kemarin itu menjadi jeblok. Karena dengan kejadian itu, persepsi publik hari ini jadi berbeda. Yang kemarin kelihatan tegas, hari ini dengan kejadian-kejadian terakhir jadi tidak demikian. Maka niainya jeblok,” ujar Ganjar.