Sidang Gugatan Baru soal Usia Capres Cawapres, Penggugat Diminta Revisi Permohonan
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan pengujian Pasal 168 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) sebagaimana telah dimaknai MK dalam putusan Nomor 90/2023 atas UUD 1945. Dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta kepada penggugat untuk memperbaiki permohonannya.
Hal itu karenakan terdapat beberapa legal standing dan salah ketik dalam berkas pelaporannya itu. Adapun pemohon yang dimaksud ialah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Brahma Aryana. Brahma hadir dalam sidang tersebut dengan didampingi kuasa hukumnya, Viktor Santoso Tandiasa.
"Perbaikan permohonan sampai hari Selasa, tanggal 21 November 2023, jam 09.00 WIB pagi," kata Suhartoyo, dalam sidang, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, 8 November 2023.
Menanggapi hal tersebut, Victor lantas bertanya kepada majelis hakim mengenai niatnya yang ingin mempercepat pengajuan perbaikan surat permohonan.
Dia berharap, percepatan ini dapat mempercepat pula pembacaan putusan permohonan oleh majelis hakim. Sehingga kata dia, akan ada kepastian hukum pada Pemilu 2024 setelah adanya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengenai terbuktinya pelanggaran etik terhadap Anwar Usman.
"Kalau kami melakukan perbaikan dalam satu hari, apakah ini dapat dilakukan secara cepat Yang Mulia?" tanya Victor.
"Karena tujuan kami ingin mendapat kepastian hukum yang sekarang menjadi polemik. Di mana legitimasi Pemilu ini akan ditanyakan terkait dengan adanya sanksi etik (terhadap Anwar Usman)," tuturnya.
Suhartoyo pun lantas mempersilakan Victor untuk percepat penyerahan berkas laporan yang telah diperbaiki. Dia juga menegaskan bahwa para hakim konstitusi tidak akan terdikte dengan adanya pengajuan percepatan.
"Kalau memang bisa lebih cepat, mau diserahkan naskah perbaikannya ya silakan. Tapi kami tidak akan terdikte oleh itu. Artinya ada persoalan kepaniteraan yang secara itu, perkara yang lain kan sudah seperti ban berjalan kan tidak kemudian bisa. Tapi silakan saja dan apa yang anda inginkan, supaya juga dipertimbangkan tentang percepatan itu," ungkap Suhartoyo.
Di sisi lain, pemohon Brahma kembali memastikan bahwa Hakim Konstitusi Anwar Usman tak terlibat dalam mengadili permintaannya itu.
"Yang Mulia bilang akan disampaikan ke hakim lain, dalam perkara ini enggak diperiksa Anwar Usman kan?" tanya Brahma.
"Nanti kami sampaikan juga ke hakim-hakim lain dalam RPH," jawab Suhartoyo.
MK menggelar sidang ulang dengan gugatan baru soal syarat usia capres-cawapres di bawah 40 tahun. Pemohon yang ajukan gugatan adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana.
Dalam gugatan itu, Viktor Santoso Tandiasa bertindak sebagai kuasa hukum penggugat.
"Jadwal sidang Rabu, 8 November 2023, pukul 13:30 WIB. Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023. Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," dikutip dari keterangan jadwal sidang MK dari website MK, Selasa, 7 November 2023.
Melalui petitumnya, penggugat menilai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana telah dimaknai MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap frasa "yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dia meminta agar ditambahkan frasa baru, "yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi".
"Sehingga, bunyi selengkapnya 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pilkada pada tingkat daerah provinsi'," kata Brahma dalam gugatan yang diregister dengan nomor perkara 141/PUU-XXI/2023, dikutip dari situs resmi MK, Kamis.
Adapun alasan pengajuan gugatan tersebut adalah latar belakang putusan MK yang menjadi polemik di masyarakat.
"Terdapat persoalan konstitusionalitas pada frasa 'yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'. Di mana tidak terdapat kepastian hukum pada tingkat jabatan apa yang dimaksud pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah,” jelas Brahma yang memberikan kuasa kepada Viktor Santoso Tandiasa.
Menurut dia, hal itu memunculkan pertanyaan dalam menyongsong Pemilu 2024.
“Apakah hanya hanya pada Pemilihan Kepala Daerah tingkat Provinsi saja? Atau juga pada Pemilihan Kepala Daerah tingkat kabupaten/kota? Atau pada pemilihan kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten kota? Demikian pula pada pemilu pada pemilihan DPR saja? Atau pada tingkat DPRD tingkat Provinsi saja? Atau kabupaten/kota saja? Atau pada kesemua tingkatannya yakni DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota?" kata Brahma.