TPN Ganjar-Mahfud Minta MKMK Pecat Anwar Usman jika Terbukti Langgar Etik
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Jakarta – Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini berada di bawah titik nadir terendah dan kepercayaan publik menipis. Menurut Todung, masyarakat menanti keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) soal pelanggaran etik hakim MK.
"Putusan hari ini jadi ujian MKMK adalah memulihkan kepercayaan pada MK. Apakah MKMK berani mengeluarkan keputusan yang bisa mengembalikan kepercayaan terhadap MK," kata Todung Mulya di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Rumah Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 6 November 2023.
Menurut Todung, MKMK harus memutuskan dengan adil untuk bisa mengembalikan marwah MK. Salah satunya, yaitu dengan cara MKMK bisa memutuskan Ketua MK, Anwar Usman diberhentikan dengan tidak hormat.
"Kalau MKMK mau lebih berani lagi maka bisa saja 3 hakim MK diberhentikan. Kalau mau lebih berani lagi maka bisa juga 5 hakim MK diberhentikan dan diganti," kata Todung.
Todung mengatakan, di pundak MKMK kepercayaan masyarakat terhadap MK dipertaruhkan. Menurutnya, di dalam MK terlihat jelas ada konflik kepentingan. Sebab, kata dia, seorang hakim tak boleh memutus perkara yang ada konflik kepentingan keluarga.
"Besok ada putusan MKMK, konon ada 9 hakim yang diadukan dan semua melanggar etika. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie bilang pelanggaran etika sudah terbukti. Namun soal sanksi ini belum jelas. Sanksinya bisa berupa peringatan, peringatan tertulis dan pemberhentian dengan tidak hormat," kata Todung.
Todung menilai apa yang dilakukan Ketua MK, Anwar Usman bukan hanya soal pelanggaran etika tapi lebih dari itu apa yang dilakukannya adalah sebuah pelanggaran hukum.
"UU memberikan jalan pemberhentian karena perbuatan tercela. Jimly perlu memberhentikan dengan tidak hormat ketua MK Anwar Usman. Apakah mungkin? Kita tunggu dan lihat besok. Namun bila mengutip pernyataan Jimly disebut jelas ada pelanggaran etik Ketua MK," kata Todung.
Todung mengatakan, kepercayaan publik terhadap MK dirusak oleh putusan MK No.90/PUU-XXI//2023. Putusan ini telah merusak tatanan kehidupan bernegara. "Kalau itu dibiarkan dan kita permisif maka ini jadi preseden buruk yang akan diulangi di masa depan," kata Todung.
Todung menilai apa yang terjadi saat ini Indonesia set back ke situasi sebelum 1998. Jadi, lanjut dia, Indonesia harus mengembalikan tingkat kepercayaan publik terhadap MK.
Sementara itu, terkait kemungkinan apakah putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 bisa dibatalkan, Todung menilai bila melihat pandangan konservatif maka putusan MK tidak bisa diubah.
Namun, kata Todung, gugatan terhadap putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan Deny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar bisa saja MK mengubah putusan MK tersebut. Sebab, seharusnya MK hanya bisa berfungsi sebagai negatif legislatif dan tidak bisa membuat norma baru.
"Namun apakah ada keberanian hukum dari hakim-hakim MK untuk melakukan itu? Pandangan konservatif tidak ada putusan MK yg bisa digugat. Tapi melihat proses dan kejanggalan maka itu bisa dilakukan," pungkasnya.