Kata Jimly Asshiddiqie soal Batas Usia Capres-Cawapres Bukan Diskriminasi

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia / MKRI
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddigie menilai masalah batas usia calon presiden dan calon wakil presiden bukan bentuk diskriminasi atau ketidakadilan. Menurut dia, batas umur itu merupakan bagian dari salah satu syarat pekerjaan.

Putusan MK soal Hukuman bagi Aparat Tak Netral dalam Pilkada Kurang Berefek Jera, Kata Akademisi

“Itu persyaratan pekerjaan. Setiap jenis pekerjaan persyaratannya beda-beda, termasuk persoalan usia,” kata Jimly kepada wartawan pada Minggu, 15 Oktober 2023.

Jimly mencontohkan seperti persyaratan usia pegawai negeri sipil (PNS) dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Menurut dia, jika TNI melihat batas usia sebagai bentuk diskriminasi, maka dikhawatirkan mengajukan gugatan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

DPR Dorong Audit Dana Hibah Pemilu dan Pilkada Serentak 2024

“Kalau kemudian TNI menganggap tidak adil, lalu mengajukan JR agar disamakan dengan PNS umur 60 tahun dengan alasan masih kuat (jadi TNI), apakah itu bisa dinilai sebagai diskriminasi? Tentu tidak. Itu adalah syarat pekerjaan yang beda-beda, asal diatur dengan UU,” jelas dia.

Baca Juga: Butet Kartaredjasa Berharap Gibran Tak Jadi Cawapres: Mudah-mudahan Punya Kejernihan Berpikir
 

Bawaslu RI Imbau Pengawasan Pilkada Harus Santun dan Riang Gembira

Jimly Asshiddiqie.

Photo :
  • Fajar GM/VIVA.co.id

Kata Jimly, DPR dan MK sama-sama pembentuk UU. Makanya, Jimly mengutip ahli hukum asal Amerika Serikat, Hans Kelsen sebagai perumus ide MK pertama di dunia.

Menurut dia, pernyataan Hans Kelsen, bahwa parlemen adalah positif legislator yang mengadakan pasal. Sedangkan, lanjut Jimly, MK adalah negatif legislator yang meniadakan pasal.

“Dicoret dinyatakan tidak berlaku karena bertentangan dengan konstitusi dan memunculkan norma baru,” ujar Jimly

Maka itu, Jimly mengatakan bila MK membuat keputusan yang berbeda tentu harus tetap dihormati. Sebab, kata Jimly, MK memang memiliki kewenangan untuk memutuskan hal tersebut.

Putusan Mahkamah Konstitusi

Photo :
  • VIVA

Namun, menurut dia, semua pihak diminta menunggu putusan MK terkait batas usia capres dan cawapres yang diajukan sejumlah PSI.

“Kita hormati walaupun kita tidak suka. Terlebih kalau putusannya tidak aklamasi. Misalnya ada dissenting opinion. Malah itu menunjukkan adanya perdebatan internal (MK),” sebut Jimly. 

Pun, Jimly membenarkan kalau persoalan caprs dan cawapres ini mirip calon independen atau presidential threshold. Menurut dia, UUD RI 1945 tidak mengatur masalah umur capres dan cawapres.

“Masalah itu diserahkan pada pembuat UU, tapi UU ini tidak boleh keluar dari semangat UUD,” ujarnya.

Untuk diketahui, MK akan membacakan putusan gugatan batas syarat minimal usia capres-cawapres pada Senin, 16 Oktober 2023. Gugatan itu diajukan sejumlah pihak seperti salah satunya PSI yang ingin agar usia capres-cawapres dari usia 40 jadi 35 tahun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya