Anies-Imin Tak Akan Pakai Program Food Estate: Pembangunan yang Otoriter

Juru bicara Anies Baswedan, Sulfikar Amir
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta – Juru bicara Anies Baswedan, Sulfikar Amir menegaskan, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) akan meninggalkan model dan praktek pembangunan yang cenderung otoriter.

PKS Ucapkan Selamat ke Anies, Pramono-Rano Berhasil Unggul di Pilkada Jakarta

“Agenda perubahan yang diusung AMIN akan meninggalkan model dan praktek pembangunan yang cenderung otoriter seperti food estate,” katanya, Jumat 22 September 2023. 

Pertanyaan Sulfikar ini merespons penjelasan Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad yang mengakui Menhan Prabowo kesulitan menjalankan program food estate, karena tanah untuk program lumbung pangan tersebut masih sulit ditanami.

RI Hentikan Impor Garam Tahun Depan, Menko Zulhas: Harus Swasembada

Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Rapat Koalisi Perubahan

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Sukfikar mengatakan, permasalahan pangan dan peningkatan produktivitas pertanian nasional akan dilakukan dengan pendekatan kolaborasi di mana program akan diramu bersama semua pihak dari atas ke bawah. 

Soal Makan Bergizi Gratis, Wamendes Riza Wanti-wanti Desa Tak Boleh Lakukan Ini

AMIN, ujarnya, juga akan memprioritaskan program pembangunan berdasarkan kondisi dan ketersediaan sumberdaya lokal dan dengan memanfaatkan sains dan data sehingga program pembangunan dapat berjalan secara efektif dan terukur. 

“Model pembangunan seperti ini yang akan diubah oleh Anies-Cak Imin jika terpilih sebagai presiden dan wakil presiden nanti,” katanya.

Kementan memperkuat hilirisasi pertanian di kawasan food estate

Photo :
  • Kementan

Ia melanjutkan, kegagalan food estate sebagai proyek pemerintah sudah diprediksi. Dalam teori pembangunan, menurutnya, food estate itu masuk kategori large-scale projects karena dilakukan dalam skala masif dan dengan sumberdaya alam dan finansial yang jumlahnya besar. 

“Proyek seperti itu sudah pernah dilakukan oleh China, Brazil, Uni Soviet, Uganda, dan banyak lagi. Biasanya dilakukan oleh rejim otoriter yang punya visi yang utopis,” ungkap Sulfikar.

Akhirnya, lanjut dia, proyek seperti food estate memiliki risiko kegagalan yang tinggi karena bersifat top-down dan tidak melibatkan masyarakat lokal. Juga karena ketidakmampuan organisasi negara dalam melakukan koordinasi yang begitu rumit. 

“Di samping itu kurangnya pengetahuan yang dimiliki tentang konsekuensi dari eksploitasi alam yang dilakukan dalam waktu yang tergesa-gesa,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya