Desak Ketua MK Anwar Usman Mundur dari Perkara Terkait Gibran Jokowi, Denny: Merusak Kewibawaan
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman diminta mundur dari perkara yang memeriksa konstitusionalitas syarat umur capres dan cawapres. Permintaan itu merujuk kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam prinsip ketakberpihakan.
Demikian disampaikan praksi hukum Denny Indrayana. Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu menyinggung
Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, yang tertuang dalam Peraturan MK Nomor 9 Tahun 2006, khususnya Prinsip Ketakberpihakan.
Dia merincikan aturan yang tercantum dalam penerapan butir 5 huruf b sebagai berikut:
"Hakim konstitusi – kecuali mengakibatkan tidak terpenuhinya korum untuk melakukan persidangan – harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan di bawah ini: ... b. Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan".
Menurut Denny, meski Gibran Rakabuming serta ayahnya Presiden Jokowi bukan pemohon atau pihak dalam perkara pengujian syarat umur capres-cawapres, tetapi ada fakta yang tak terbantahkan.
"Bahwa perkara tersebut berkait langsung dengan kepentingan peluang Gibran Jokowi berpotensi maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024," kata Denny, dalam keterangannya yang diunggah dalam akun X pribadinya dikutip pada Senin, 28 Agustus 2023.
Dia menyoroti status Jokowi adalah sang kakak Ipar Anwar Usman. Dari perwakilan pemerintah secara resmi sudah beri keterangan Presiden dalam persidangan di MK.
"Yang pada intinya, tidak menolak permohonan syarat umur diturunkan menjadi 35, dan memberi peluang Gibran menjadi cawapres tersebut," tutur Denny.
Pun, dia menyebut sikap MK yang mengadukan dirinya ke Kongres Advokat Indonesia karena diduga merusak kehormatan dan kewibawaan Mahkamah terkait twit perkara sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup.
"Mari kita lihat, bagaimana sembilan hakim konstitusi bersikap atas potensi benturan kepentingan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam memeriksa perkara syarat umur capres dan cawapres," tuturnya.
Bagi dia, jika Anwar Usman masih terlibat dalam pekara batas usia capres dan cawapres maka tak etis dan melanggar kode etik.
"Bukan hanya melanggar Kode Etik Hakim Konstitusi, lebih jauh sikap tidak etis Ketua MK yang demikian berpotensi lebih merusak kemerdekaan, kehormatan, dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi," jelas Denny.