Ketua MPR RI Bamsoet Khawatirkan Politik Identitas dan Money Politic di Pemilu 2024

Bambang Soesatyo
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

 Jakarta - Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, mengingatkan semua pihak untuk waspada politik identitas pada Pemilu 2024. Apalagi, kata politisi yang akrab disapa Bamsoet itu, cara ini bukanlah barang baru dan sudah berlangsung pada pemilu sebelumnya.

Bahlil Turun Gunung Kampanye demi Menangkan Luthfi-Yasin di Jateng

"Hal tersebut tampaknya masih akan terus berlanjut pada Pemilu 2024, lantaran perbedaan afiliasi politik diantara masyarakat," kata Bamsoet dalam keterangannya, Rabu, 23 Agustus 2023.

Selain itu, mantan Ketua DPR RI itu juga, menyoroti politik uang atau money politic, yang masih menjadi persoalan besar pada setiap kontestasi politik. Merujuk hasil pemetaan kerawanan pemilu dan pemilihan menyoal politik uang yang dilakukan Bawaslu pada 2023, terdapat lima provinsi paling rawan yang perlu mendapat pengawasan ketat.

Kapan Dibagikan Undangan Pencoblosan Pilkada 2024? Simak Informasi Lengkapnya

Kelima wilayah tersebut, yakni Maluku Utara dengan skor 100 dan Lampung skor 55,56. Kemudian, Jawa Barat skor 50, Banten skor 44,44, dan Sulawesi Utara skor 38,89.

"Jika dilihat berdasarkan agregasi tiap kabupaten/kota, Papua Pegunungan menjadi provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi politik uang. Semua kabupaten di sana masuk dalam kategori rawan. Sembilan provinsi di bawah Papua Pegunungan adalah Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Banten, Lampung, Papua Barat, Jawa Barat, Kepulauan Riau, dan Maluku Utara," jelasnya.

Calon Dewas KPK Heru Kreshna Tak Setuju Tersangka Korupsi Dipajang ke Publik: Itu Membunuh karakter

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu juga mengkritisi lemahnya pengawasan rakyat pasca pemilu. Padahal, kata Bamsoet, pengawasan ini berfungsi sebagai kontrol terhadap kekuasaan pejabat terpilih, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dan memastikan implementasi kebijakan yang sesuai dengan kepentingan publik.

"Namun dalam implementasinya, pengawasan oleh warga negara cenderung melemah setelah pemilu dilaksanakan," ujarnya.

Bamsoet menambahkan, pelaksanaan pemilu di Indonesia sangat kompleks bahkan memakan biaya yang sangat mahal. Di mana tercatat daftar pemilih tetap (DPT) nasional mencapai hampir 205 juta pemilih, dengan 20.462 kursi di lembaga-lembaga legislatif yang akan diperebutkan oleh lebih dari 200 ribu calon anggota legislatif.

"Dana yang dikelola oleh KPU RI saja mencapai hampir Rp77 triliun, belum termasuk dana yang dikelola lembaga-lembaga lain untuk menopang aktivitas pemilu, termasuk di TNI dan Polri. Pemilu memang mahal, namun itulah biaya yang harus dikeluarkan untuk menegakkan demokrasi secara prosedural," kata polikus Golkar tersebut.

Bamsoet juga mengingatkan persoalan terkait regresi demokrasi, meski pengelolaan pemilu di Asia termasuk yang paling tertata dan kerap dijadikan rujukan.

"Laporan Democracy Index dari the Economist Intelligence Unit tahun 2022 mencatat Indonesia memperoleh skor demokrasi yang sama pada tahun 2021, yaitu 6,71 dari 10. Tetapi secara ranking demokrasi Indonesia mengalami penurunan, dari posisi 53 ke posisi 54 dari total 167 negara," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya