Hak Pilih Militer Timbulkan Trauma Psikologis
- Antara/ Akbar Nugroho Gumay
VIVAnews - Wacana dihidupkannya kembali hak politik TNI oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih menuai kontroversi. Politisi PDIP yang juga wakil ketua Komisi VI, Aria Bima menyatakan menolak jika hak pilih TNI dihidupkan kembali.
Hal ini bertolak dari pengalaman zaman Orde Baru, bahwa ketika menempatkan dominasi militer di panggung politik telah menuai banyak kegagalan.
"Ini bukan permasalahan hak pilih. Di mana setiap warga negara memiliki hak pilih. Tetapi lebih kepada keputusan politik," kata Aria Bima kepada VIVAnews, Rabu 7 Juli 2010.
Menurutnya, wacana ini perlu juga melihat kondisi psikologis politik masyarakat. Juga ekses politik yang ditimbulkan jika memang wacana tersebut direalisasikan.
"Jika itu dihidupkan kembali akan menimbulkan trauma psikologis. Bahwa traumatik dimana militer mengalami kegagalan ketika memegang peranan politik. Padahal kita ingin menempatkan secara terhormat sebagai institusi penyelenggaran keamanan dan pertahanan," tuturnya,
Jangan sampai, lanjut dia, pada masalah orientasi politik. "Orientasi politik itu nantinya bisa diimplementasikan ketika psikologis politik warga negara sudah siap atau memiliki kedewasaan berpolitik dan dari militer telah mengerti dan memahami peran dan tugasnya. Dan itu mungin bisa terjadi 20 tahun atau 30 tahun yang akan datang," ucapnya.
Wacana hak pilih TNI diberlakukan lagi pertama kali muncul dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden kemudian meminta Panglima TNI mengkaji kemungkinannya.Hak pilih TNI menjadi kontroversi karena banyak pihak yang kemudian menolaknya. Sejumlah partai seperti Golkar dan PDIP menolaknya. (hs)
Laporan: Fajar Sodiq | Solo