Mahfud MD Tegaskan Penyelesaian Pelanggaran HAM Bukan untuk Menghidupkan Komunisme

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Sumber :
  • ANTARA/Istagram/@mohmahfudmd

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PP HAM) bekerja untuk memulihkan hak-hak korban, termasuk korban peristiwa 1965–1966 bukan untuk menghidupkan komunisme.

Tata Pemilik Daycare Wensen School Indonesia Dituntut 1,5 Tahun Penjara

Mahfud saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa, 22 Agustus 2023, menegaskan tidak ada kebijakan politik hukum baru yang berubah setelah Tim PP HAM dibentuk, karena fokusnya hanya untuk memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM masa lalu.

“Jadi, tidak ada politik hukum baru tentang ideologi, tentang komunisme. Ini bersesuaian dengan Undang-Undang Dasar (1945). Hak-hak korban kejahatan atau pelanggaran HAM berat itu harus diprioritaskan karena prosedur-prosedur hukum yang disediakan oleh negara itu tidak bisa jalan,” kata Mahfud.

Kutuk Aksi Carok di Madura, Ulama Bangkalan Desak Proses Hukum segera Dilakukan

Monumen Pancasila Sakti

Photo :
  • tvOne/Irfan

Mahfud menilai bersamaan dengan penyelesaian lewat jalur-jalur yudisial, pemulihan hak-hak korban yang merupakan salah satu penyelesaian nonyudisial harus berjalan.

Cerita Mahfud MD Ditinggal Semua Pengawalnya saat Kasus Cicak vs Buaya, Hingga Akhirnya Dibantu Luhut

Oleh karena itu, Mahfud bakal menemui langsung para korban, yaitu mereka yang menjadi eksil peristiwa 1965–1966 di beberapa negara, seperti Belanda dan Ceko. Dalam kunjungannya itu, Mahfud bakal mendengar permintaan para korban dan menyampaikan hak-hak yang wajib mereka terima sebagai korban pelanggaran HAM berat.

“Sekarang [jumlah eksil] ada kira-kira 130-an [orang] di berbagai negara. Itu mau kami datangi karena pada umumnya mereka hanya minta mereka tidak dianggap sebagai pengkhianat, mereka minta bahwa mereka warga negara yang setia kepada Indonesia. Kami mau tawari (mereka) pulang, tetapi tidak banyak yang mau pulang karena mereka sudah umur 82 tahun, 83 tahun sehingga kami akan berdiskusi ke sana menyatakan tentang hak-hak konstitusionalnya,” kata Mahfud MD.

Mahfud menyampaikan eksil yang menjadi korban saat peristiwa 1965–1966 sebagian besar merupakan para mahasiswa Indonesia yang berkuliah di luar negeri, tetapi mereka tidak dapat pulang ke Tanah Air.

Ilustrasi-Aksi protes terhadap pelanggaran HAM di Indonesia

Photo :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

“Banyak orang yang bersekolah di Eropa pada waktu itu tidak boleh pulang karena tidak membuat pernyataan mengutuk pemerintah lama. Mereka, saya tidak tahu di dalam karena dia tanda tangan, lalu paspornya dicabut terus tidak bisa pulang. Itu banyak sekali,” katanya.

Di Belanda, Mahfud dijadwalkan menemui para eksil di Amsterdam, sementara di Ceko, Menkopolhukam beserta tim bakal menemui para eksil di Praha. Mahfud juga akan melawat ke Turki dan Korea Selatan, tetapi itu untuk meneken dokumen kerja sama keamanan bersama pemerintah dua negara tersebut. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya