Politik Identitas Masih Menghantui Pemilu 2024, Juga Ancaman Isu Ras
- VIVA/ Uki Rama
Malang – Potensi terjadinya politik identitas pada Pemilu 2024 nanti, diprediksi masih akan ada. Bahkan yang perlu diantisipasi, adalah turut membawa isu-isu tentang ras. Setidaknya hal itu terlihat dalam diskusi yang digelar Cangkir Opini.
Cangkir Opini mengajak generasi milenial di Malang seperti mahasiswa, pegiat partai politik, pemuda berbagai organisasi berdiskusi soal Pemilihan Umum 2024.
Tema yang diambil adalah, 'Mewujudkan Politik Harmoni Menuju Pemilu 2024 yang Sejuk dan Damai'. Isu politik identitas menjadi bahasan yang hangat dan panjang. Politik identitas susah untuk dihindari, ancaman polaritas selalu menghantui disetiap gelaran pemilu.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Wahyudi Winarjo, menganggap situasi politik saat ini tidak setinggi 5 tahun lalu. Potensi ujaran kebencian, hoaks, bullying atau black campaign dianggap lebih rendah dibandingkan 5 tahun lalu.
"Saya tidak tahu kalau nanti muncul pasangan yang lebih mengedepankan pemikiran yang ada sektarian hingga terjadi benturan seperti masa lalu. Tapi kayaknya tidak," kata Wahyudi, Jumat, 28 Juli 2023.
Wahyudi mengatakan, politik identitas lumrah terjadi di negara mana saja. Menurutnya, kekuasaan acap kali dirajut dan dibangun dari politik identitas.
Persoalannya adalah, apakah politik identitas dipergunakan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan bangsa. Dikatakan Wahyudi, hal yang tidak baik adalah politik identitas yang mengganggap identitas yang lain tidak baik.
"Kalau politik identitas dimaknai sebagai siasat politik untuk membawa agar kelompok atau komunitas untuk mendukung tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah praktek politik identitas yang menganggap menilai melakukan tindakan-tindakan memusuhi, menghalalkan darahnya membenci dan lainnya. Bohong kalau tidak melakukan itu. Baik secara terang terangan atau tersembunyi," jelas Wahyudi.
Wahyudi menyebut, anak muda adalah kalangan paling aktif menggunakan media sosial. Sayangnya anak-anak muda banyak melakukan ujaran kebencian seperti bullying, hate speech, hoaks dan lainya. Dia berharap, generasi milenial harus punya hati nurani, literasi politik yang positif untuk kebaikan kehidupan bangsa dan negara.
"Anak muda harus membawa bahwa Indonesia milik semua, bukan milik kelompok tertentu. Saya yakin anak muda bisa melakukan itu. Saya harap media sosial dijadikan wadah menuangkan ekspresi untuk memperjuangkan kebaikan bangsa. Karena anak muda pengendali media sosial, pengguna hingga penggeraknya," tutur Wahyudi.
Wartawan senior sekaligus influencer Muhammadiyah, Ilhamzada, menuturkan kemungkinan calon presiden yang akan maju di pemilu memiliki agama yang sama. Nama-nama yang sudah beredar adalah, Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
Ilhamzada mengatakan, bahwa isu politik identitas soal agama kemungkinan tidak terjadi. Tetapi ada peluang politik identitas yang menyangkutkan ras tertentu. Hal ini harus dihindari demi keutuhan bangsa.
"Agamanya sama ini. Jadi peluangnya politik identitas bukan di agama lagi karena agamanya sama. Peluangnya di ras, karena Anies kan berbeda. Kami juga berharap partai partai politik tidak menggunakan politik identitas di isu ras," kata Ilhamzada.