Cerita Edy Rahmayadi Punya Nilai Jelek di Ijazah Sekolah: Jangan Ketawai, Jadi Gubernur Ini!
- VIVA/B.S Putra
Medan - Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi menceritakan masa lalunya saat masih bersekolah. Dia mengaku punya nilai akademi yang jelek.
Mantan Pangkostrad itu merasa malu karena saat duduk di bangku sekolah, tidak menjadi murid yang berprestasi.
Edy Rahmayadi mengatakan seperti itu saat menyerahkan Surat Keputusan (SK) Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja (P3K) kepada 891 guru SMA Negeri dan SMK Negeri se-Sumut di Aula Raja Inal Siregar, di Kantor Gubernur Sumut, Kota Medan, Jumat 21 Juli 2023.
Edy mengungkapkan saat bersekolah, ia unggul dalam mata pelajaran matematika, fisika, dan kimia. Mata pelajaran lainnya seperti biologi tidak. Maka itu, setiap tes, ia selalu kalah.
"Yang lain cabut. Ujian? yang bisa itu aja. Sejarah, punten 5, 3 gitu nilainya. Kalau kau lihat ijazahku, wah kau ketawa itu, makanya ijazahku mau kau musnahkan," lanjut Edy.
Lantaran nilai ijazahya jelek, Edy tak mau sampai dilihat anaknya. Meski demikian, ia menyebut dirinya saat ini bisa juga jadi Gubenur Sumut.
"Tapi sekolah kan hanya... Tapi jangan kau ketawai, jadi Gubernur juga dia," tutur Edy.
Selain itu, Edy juga menceritakan kebiasaannya yang hanya membawa satu buku tipis. Buku itu selalu diletakkan di kantong celana belakang.
Dia pun membandingkan dengan teman-teman di sekolahnya yang membawa tas berat berisi banyak buku. Menurut Edy, harusnya jabatannya bisa lebih tinggi nantinya daripada dirinya.
Edy ingin peserta didik ke depan harus lebih pintar lagi karena sebagai calon pemimpin. "Kenapa begitu, karena mereka yang pintar-pintarlah yang saya harapkan menjadi pengganti saya (gubernur) nantinya," ujar Edy.
Ia mengatakan sengaja menceritakan masa lalunya saat masih sekolah bertujuan untuk memotivasi para guru status P3K. Kata dia, harapannya bisa terus meningkatkan kualitas pendidikan di Sumut. Sebab, masa depan bangsa ini ada di tangan para guru.
Namun, menurut Edy, guru hanya bisa implementasikan 60 persen kepada peserta didik. Tapi, ia mengatakan hal itu akan lebih banyak lagi tersampaikan jika para guru terus mengasah kemampuannya.
"Kalau ilmunya 100 persen, yang terserap hanya 60 persen. Apalagi kalau gurunya datang, pulang, datang, pulang, selesai murid itu. Dan kaulah duluan yang masuk neraka," jelas Edy.
Â