PAN Tak Setuju Jabatan Ketua Umum Parpol Dibatasi karena Partai Bukan Lembaga Negara
- VIVA/Lilis Khalisotussurur
Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi menilai masa jabatan ketua umum partai politik tidak perlu dibatasi karena perlu dipimpin oleh figur kuat dan berintegritas.
Ia menjelaskan partai politik memiliki perbedaan dengan lembaga negara. Sebab, parpol merupakan organisasi yang dibentuk masyarakat sipil secara suka rela atau atas dasar kesamaan ideologi dan cita-cita.
"Kalau lembaga negara adalah menjalankan fungsi dan kewenangan negara serta menjalankan fungsi keadministrasian atas nama negara, bukan atas kepentingan individu, kelompok, atau golongan," ujar Viva dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu, 28 Juni 2023.
Menurut dia, setiap partai politik bercita-cita harus selalu memenangkan kontestasi politik. Maka diperlukan figur pemimpin yang kuat dan berintegritas, berwawasan futuristis dan demokratis, pejuang yang rela berkorban dan bertanggung jawab untuk kebesaran partai, serta dicintai oleh pengurus dan anggota partainya.
Partai politik, menurutnya, sebagai organisasi sipil harus diberikan ruang kebebasan untuk mengatur rumah tangga sendiri. Adapun setiap partai politik memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) sebagai pedoman.
"Biarkanlah mereka hidup bebas dan merdeka untuk menentukan nasibnya sendiri. Negara tidak perlu mengatur tentang kesepakatan nilai dan manajemen organisasi partai politik," kata Viva.
Dia menjelaskan bahwa dalam hierarki peraturan perundang-undangan, kedudukan undang-undang lebih tinggi dari pada AD/ART. Hal ini menjelaskan bahwa ketika bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, partai politik harus tunduk dan taat pada undang-undang.
Untuk itu, ia menegaskan Mahkamah Konstitusi seharusnya menolak gugatan terhadap UU Partai Politik terkait masa jabatan ketua umum partai. Viva menyebutkan, pasal 23 (1) UU Partai Politik bersifat open legal policy.
Aturan tersebut tidak mengatur adanya pembatasan masa jabatan ketua umum partai, sehingga tidak bertentangan dengan UUD 1945.
"Soal tidak adanya pembatasan periodesasi jabatan ketua umum partai politik tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945," ujarnya.
Hal itulah yang tercermin dan terimplementasi di masa jabatan anggota legislatif yang tidak dibatasi oleh undang-undang. Selama masyarakat masih memilih dan mencintai anggota Dewan tersebut, maka selama itu pula akan menjadi Wakil Rakyat karena dipilih secara langsung oleh rakyat.
"Jika pimpinan partai politik tidak memiliki kualifikasi paripurna seperti itu maka dipastikan akan terancam oleh hukum besi ambang batas, yaitu parliamentary threshold 4 persen, sehingga posisinya dapat terjungkal menjadi partai gurem," tambah Viva.
Juru bicara PAN ini juga menyinggung dalil Lord Acton mengenai Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely tidak berlaku bagi partai politik.
"Ini berkaitan dan ditujukan kepada lembaga negara, bukan ke partai politik. Sebab lembaga negara dan partai politik adalah dua entitas yang berbeda," katanya.
Tidak hanya itu, partai politik pun membiayai hidupnya sendiri. Kendati demikian, negara memang memberi subsidi sekitar 0,03 persen bagi partai politik yang lolos ke parlemen.
Viva melihat kecilnya jumlah subsidi negara atas kebutuhan biaya partai politik menyebabkan anggota partai politik yang berada di lembaga eksekutif dan legislatif acap kali terjerat kasus hukum karena korupsi dengan dalih untuk membantu biaya partai politik.
Melihat realitas ini, ia menyarankan agar masa jabatan ketua umum partai politik tidak usah dibatasi.
"Tetapi jika negara menanggung sebagian besar kebutuhan biaya partai politik, semisal sebesar 30 persen dari kebutuhan biaya partai politik, maka pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik dapat dipertimbangkan untuk dapat dimasukan sebagai aturan formal di Undang-undang tentang partai politik," kata dia. (ant)