Pakar Hukum Sebut Jabatan Kades 9 Tahun Potensi Abuse of Power
- ANTARA FOTO
Jakarta - Langkah DPR yang merevisi UU Nomor Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menuai kritikan. Cara DPR itu dinilai sarat kepentingan politis praktis jelang Pemilu 2024.
Demikian disampaikan Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (PUSAKO) Universitas Andalas, Feri Amsari.
Dia heran dengan revisi tersebut seperti ihwal masa jabatan sembilan tahun kepala desa. Masa jabatan 9 tahun itu akan langsung berlaku saat UU tersebut disahkan sehingga berpotensi abuse of power.
“Saya pikir iya sarat dengan kepentingan 2024, karena mereka menjabat di tingkat paling rendah di mana proses TPS (Tempat Pemungutan Suara) ada di wilayah kekuasaan Kades,” kata Feri kepada awak media, Rabu, 28 Juni 2023.
Menurut dia, dalam Pasal 87 UU Nomor 12 tahun 2011 telah mengatur soal pemberlakukan sebuah UU bisa ditunda dengan 3 alasan. Belum siapnya sarana, prasarana dan Sumber Daya Manusia (SDM). Namun lazimnya, untuk mencegah konflik kepentingan berlaku juga azas universal dalam hukum.
“Maka semestinya tidak dapat diberlakukan seketika pada saat seorang sedang menjabat. Enggak bisa seketika itu juga diberlakukan tapi untuk pejabat berikutnya,” jelas Feri.
Maka itu, Feri heran dengan manuver DPR yang terus mengupayakan revisi UU Desa menjelang Pemilu 2024.
“Jadi memang agak aneh cara DPR kali ini terutama soal masa jataban. Jangan-jangan ini adalah transaksi kepentingan Pemilu 2024?” tuturnya.
Revisi UU Desa kini tengah digodok di Rapat Panitia Kerja atau Panja Badan LegislasI (Baleg) DPR. Salah satu poin revisi UU Desa itu seperti mengatur adanya tunjangan purnatugas bagi kepala desa, perangkat desa, dan badan pemusyawaratan desa.