Wakil Ketua MPR RI Nilai Putusan MK soal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Sesuai Aspirasi
- VIVAnews/Lilis Khalisatusurur
Jakarta – Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan sistem pemilu yang menolak permohonan gugatan sistem pemilu diputuskan secara bijak dan adil sehingga sesuai dengan aspirasi publik agar sistem proporsional terbuka tetap diberlakukan.
"Syukur, alhamdulillah, sekaligus mengapresiasi dan terima kasih kepada MK yang memutus secara bijak dan adil dan sesuai dengan aspirasi," kata Jazilul dalam pesan video yang diterima di Jakarta, Kamis, 15 Juni 2023.
Putusan tersebut, kata dia, menjadi penting sebab delapan partai politik (parpol) di parlemen menyatakan sikap menolak pemberlakuan sistem proporsional tertutup.
Menurut dia, penerapan sistem proporsional terbuka yang didukung putusan MK itu menunjukkan daulat partai sekaligus daulat rakyat. Partai punya hak untuk merekrut dan pemilih secara langsung bisa memilih dan menentukan siapa calon anggota anggota bada legislatifnya.
Sebab, kata dia, sistem proporsional terbuka lebih mampu untuk lebih meningkatkan partisipasi rakyat, sekaligus mendekatkan antara pemilih dengan calon yang dipilihnya.
"Saya pikir dua prinsip itu yang menjadi inti demokrasi, partisipasi yang luas sekaligus memenuhi aspirasi. Itu yang menurut saya dari putusan MK yang menjadi titik poinnya," tuturnya.
Potensi politik uang
Menurut dia, pemilihan yang aspiratif menjadi penting lantaran para anggota dewan merupakan perwakilan yang menjadi perpanjangan rakyat dalam menyalurkan aspirasinya. Kalau wakilnya tidak aspiratif, artinya tidak sesuai tujuan.
Jazilul juga menilai bahwa penerapan sistem proporsional tertutup belum tentu menjamin praktik politik uang tidak terjadi. "Belum menjadi jaminan satu-satunya untuk menekan politik uang. Itu justru terjadi politik uang di ruang yang lebih gelap lagi dan lebih segelintir lagi," katanya.
Dia pun mengajak segenap elemen masyarakat maupun partai politik baik untuk menghormati dan menaati putusan MK terkait sistem pemilu karena bagaimanapun bersifat final dan mengikat.
Â
"Soal alasan-alasan boleh dicari, tetapi kalau sudah jadi putusan MK alasan apa pun harus tunduk pada apa yang menjadi putusan MK bahwa alasan argumen permohonan seluruhnya ditolak, itulah saya pikir kita harus menghormati itu dan menjalankan apa yang sudah menjadi keputusan," ujarnya.
Peran sentral partai politik
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi pada sidang pembacaan putusan di Jakarta, Kamis, menolak permohonan para pemohon pada sidang perkara gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.
"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat.
Dalam persidangan yang sama, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan para Pemohon mendalilkan penyelenggaraan pemilihan umum yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka telah mendistorsi peran partai politik.
"Dalil tersebut hendak menegaskan sejak penyelenggaraan Pemilihan Umum 2009 sampai dengan 2019 partai politik seperti kehilangan peran sentralnya dalam kehidupan berdemokrasi," kata Saldi Isra.
Menurut Mahkamah, dia menyampaikan, sesuai ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar, dalil para pemohon berlebihan.
"Karena, sampai sejauh ini, partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon," ujar Saldi Isra.
MK menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI). (ant)