Denny Indrayana Prediksi 5 Arah Putusan MK Soal Sistem Pemilu
- ANTARA Foto/Hafidz Mubarak
Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus uji materi atau judicial review perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem Pemilu, pada Kamis, 15 Juni 2023.
Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengingatkan MK agar tak tergoda mengubah sistem pemilu dari proporsional tertutup jadi proporsional terbuka. Dia mengatakan mayoritas fraksi di DPR menolak jika proporsional tertutup kembali diberlakukan.
"Mengubah sistem pemilu ke tertutup, saat proses sudah berjalan, akan menimbulkan kekacauan, bahkan penundaan pemilu. Sudah terlihat, delapan fraksi di DPR menolak sistem pileg proporsional tertutup. Ingat, putusan MK memerlukan pengubahan aturan pelaksanaan misalnya di KPU," kata Denny Indrayana dalam keterangannya, Selasa, 13 Juni 2023.
Denny sendiri mengaku diuntungkan jika sistem Pemilu 2024 diubah kembali menjadi proporsional tertutup. Alasannya, ia merupakan bacaleg Partai Demokrat nomor urut 1 di Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan 2.
Maka itu, dia memastikan tak ada motif politik pribadi saat dirinya mengadvokasi putusan MK agar tetap proporsional terbuka. Ia menyebut upayanya itu dilakukan hanya untuk kepentingan publik.
"Semuanya saya lakukan justru untuk kepentingan publik, untuk menyelamatkan suara rakyat dan menguatkan demokrasi di tanah air," lanjut praktisi hukum tersebut.
Denny pun memprediksi, lima arah putusan MK terkait sistem Pemilu. Pertama, tidak dapat diterima, karena para pemohon tidak punya mempunyai standing. "Artinya sistem pileg tetap proporsional terbuka, tidak ada perubahan," jelas Denny.
Lalu yang kedua, yaitu MK menolak seluruhnya, karena permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk dikabulkan. "Artinya sistem pileg tetap proporsional terbuka, tidak ada perubahan," kata Denny.
Kemudian, yang ketiga yaitu mengabulkan seluruhnya. Denny menyebut, sistem pileg berubah jadi proporsional tertutup. Namun, ia menyebut putusan itu nanti berlaku bukan untuk Pemilu 2024, tapi pemilu berikutnya.
"Namun, diberlakukan untuk pemilu selanjutnya, tidak langsung berlaku di 2024," kata Denny.
Keempat, mengabulkan sebagian, yakni ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) antara penerapan proporsional tertutup yang memperhatikan nomor urut. Menurut dia, hal itu seraya tetap memperhitungkan suara terbanyak (terbuka), yang akan diterapkan di Pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya.
Kelima, mengabulkan sebagian, yaitu ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) berdasarkan levelnya, misalnya proporsional tertutup untuk DPR RI, dan terbuka untuk tingkat DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, atau sebaliknya, yang akan diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya.
"Sedangkan komposisi putusan hakimnya memang lebih sulit diprediksi, meskipun bukan tak bisa dilihat dari kecenderungan konservatif dan progresif posisi hakim selama ini," ujarnya.