Sebut KPK Main Politik, Saut Situmorang: Kasus Gampang Jadi Sulit
- VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Saut Situmorang turut mengomentari perpanjangan masa jabatan di KPK. Dia menduga adanya keterlibatan politik dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) didalamnya.
"KPK itu ukurannya sekarang kalau Anda katakan mereka tidak politicking ya kamu kejam," ujar Saut kepada wartawan di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Senin, 12 Juni 2023.
Dia menyebut lembaga antirasuah saat ini memenuhi indikator-indikator keterlibatan politik dalam menangani kasus-kasusnya. "Indikator politicking itu apa? Kasus gampang jadi sulit, kasus sulit jadi gampang, itu indikatornya," kata dia.
Sebagai contoh, kata Saut, KPK menunjukkan indikator dengan sulitnya menangkap tersangka-tersangka di dalam kasus tertentu. Oleh sebab itu, Saut berharap KPK bisa bersih dari kepentingan-kepentingan politik.
Seperti diketahui, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan jabatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi 5 Tahun. Dalam aturan sebelumnya, jabatan pimpinan lembaga antirasuah itu hanya 4 tahun.
"Menyatakan Pasal 34 UU KPK yang semula berbunyi 'Pimpinan KPK memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Pimpinan KPK memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan yang disiarkan chanel YouTube MK, Kamis, 25 Mei 2023.
Gugatan tersebut sebelumnya diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
MK menuturkan penambahkan masa jabatan dari 4 menjadi 5 tahun demi menguatkan kedudukan pimpinan KPK. Putusan tersebut juga diklaim demi penegakkan hukum yang berkeadilan. Untuk itu, masa jabatan pimpinan KPK harus sama dengan pimpinan lembaga negara yang lain.
"Guna menegakan hukum dan keadilan, sesuai Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, ketentuan yang mengatur tentang masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur tentang hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen yaitu selama 5 tahun," kata hakim MK Arief Hidayat.
Selain itu, hakim Arief menjelaskan, sistem rekrutmen pimpinan KPK dengan skema 4 tahunan berdasarkan Pasal 34 UU 30 tahun 2002 mengancam independensi KPK.
"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak dua kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," kata hakim Arief.