Feri Amsari: Pimpinan KPK Cawe-cawe Urusan Pencalonan Kubu Oposisi Pemerintah

Pakar hukum tata negara Feri Amsari.
Sumber :
  • YouTube tvOne

VIVA Politik - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi lima tahun disorot karena dinilai kontroversial. Perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK itu pun dikaitkan dengan kepentingan politik menuju 2024.

Gubernur Bengkulu Ancam Pecat Bawahan Jika Tak Bantu Pemenangan Pilkada 2024

Pakar hukum tata negara, Feri Amsari jadi salah satu pihak yang mengkritisi perpanjangan masa jabatan tersebut. Aturan sebelumnya, pimpinan KPK hanya empat tahun.

Feri setuju motif perpanjangan masa jabatan jadi lima tahun itu karena ada kepentingan politik terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Dia menyinggung pimpinan KPK saat ini sedang cawe-cawe.

Resmi Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Rohidin Mersyah: Saya akan Bertanggung Jawab Proses Hukum dengan Kooperatif

"Pimpinan KPK hari ini sedang cawe-cawe urusan kasus yang berkaitan dengan pencalonan kubu oposisi pemerintah. Saya gabungkan karena memang Presiden cawe-cawe," kata Feri dalam diskusi Catatan Demokrasi tvOne yang dikutip VIVA, pada Rabu, 31 Mei 2023.

Dia menduga cawe-cawe ini karena masa pimpinan KPK tinggal 6 bulan. Ia menyindir sulit dalam waktu 6 bulan bisa berkonsentrasi mengurus perkara.

KPK Resmi Tahan Gubernur Bengkulu Usai Ditetapkan jadi Tersangka Kasus Korupsi

"Jadi, mau cawe-cawe itu ternyata tinggal masanya 6 bulan kerja pimpinan KPK. Urus latihan untuk seleksi dan macam-macam. Tidak mungkin dengan sisa 6 bulan ini akan berkonsentrasi mengurus perkara," tutur Feri.

Pakar hukum tata negara Feri Amsari.

Photo :
  • YouTube tvOne

Lalu, Feri juga menyinggung poin indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia di era pimpinan KPK saat ini yang anjlok. Menurut dia, penurunan poin IPK itu jadi yang tergila sepanjang sejarah.

"6 poin loh, tergila sepanjang sejarah. Bukan terburuk, tapi tergila sepanjang sejarah. Kenapa gila? Sudah hancur minta perpanjang lagi gitu ya," lanjut Feri.

Maka itu, menurutnya diduga perlu tambahan waktu agar kasus-kasus yang berkaitan dengan proses pencalonan oposisi tetap dilanjutkan.

"Kenapa? karena selama mengurus kasus yang berkaitan dengan kubu oposisi ini tidak satu pun alat bukti bisa ditemukan. Meskipun sudah 15 kali gelar perkara," ujarnya.

Presenter Catatan Demokrasi Andromeda Mercury pun bertanya ke Feri soal dugaan kasus yang dimaksud.Feri mengatakan dugaan kasus itu terkait Formula E. Dugaan kasus itu selama ini dikaitkan dengan bakal capres Anies Baswedan.

"Kasus kubu oposisi Formula E misalnya," ujar Feri.

Pernyataan Feri sempat dipotong oleh pengamat politik Boni Hargens. Saat itu, Boni juga hadir sebagai pembicara.

"Formula E belum diputuskan Pak Feri," ujar Boni.

"Bapak kalau tidak tahu tidak usah komentar," jawab Feri.

"Ini sudah 15 kali gelar perkara dilakukan," tambah Feri ke Boni.

Boni pun meminta Feri tidak mengikuti gaya komunikasi Rocky Gerung.

"Bapak jangan ikut gaya bung Rocky lah. Jadi, suka mendungukan orang," tutur Boni.

"Saya bukan mendungukan, saya bilang bapak tidak tahu," ujar Feri.

Boni pun menegaskan dirinya tahu soal kasus Formula E. "Saya hanya mau meluruskan saja. Saya paham, saya tahu berkasnya," tutur Feri.

Sempat terjadi perdebatan sejenak dengan Boni tapi akhirnya Feri diberikan kesempatan untuk melanjutkan paparan argumennya.

Dia mengatakan kembali dalam kasus Formula E sudah 15 kali gelar perkara. Tapi, menurut dia, belum ditemukan alat bukti.

"Waktu sudah mepet, sudah Oktober segera datang untuk pencalonan. Perlu waktu tambahan untuk mengurus perkara ini untuk berlanjut," jelas Feri yang juga dosen Universitas Andalas tersebut.

Feri bilang ada korelasi unsur politik dalam perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK.

"Saya mau melihat ada korelasi politik tingkat tinggi dalam proses perpanjangan pimpinan KPK," ujar Feri.

 

Istimewa

Rohidin Mersyah Nyamar Pakai Rompi Polantas saat Diamankan, KPK Sebut agar Tak Jadi Sasaran Simpatisan

Beredar video Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menggunakan pakaian polisi lalu lintas (Polantas).

img_title
VIVA.co.id
25 November 2024