Denny Indrayana: Klaim Informasi soal Putusan MK Bagian Kontrol Publik

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Galih Pradipta

VIVA Politik – Mantan wakil menteri hukum dan hak asasi manusia Denny Indrayana mengatakan bahwa klaimnya mendapat informasi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) akan menerapkan kembali sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 adalah bagian dari langkah kontrol publik atas MK.

Budi Gunawan Minta Usulan KPU jadi Badan Ad Hoc Dikaji Lebih Dalam

"Saya mengambil kesempatan untuk ruang yang tersisa ini, melakukan advokasi publik, apa yang saya sampaikan tentang putusan MK adalah langkah untuk public control ke MK," kata Denny melalui sambungan virtual dalam Forum Legislasi dengan tema "Mencermati Putusan MK" di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 30 Mei 2023.

Dia menyebut kontrol publik yang dimaksudkannya ialah untuk mengingatkan MK agar berhati-hati dalam memutuskan perkara berkaitan dengan sistem pemilu tersebut.

MK Siap Hadapi Sengketa Pilkada Serentak di 37 Provinsi, Prediksi Ada 300 Perkara

MK, Persiapan Mahkamah Konstitusi Jelang Sidang Perdana Gugatan Pemilu 2019

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Tolong perhatikan ini adalah sistem pemilu, jangan kemudian dengan keputusan yang nanti keliru, jangan mengambil keputusan karena pertimbangan menjadi langkah strategi Pemilu Legislatif 2024," ujarnya.

Mahasiswa Minta Pemerintah Tindak Oknum Tak Netral di Pilkada Sesuai Putusan MK

Denny berharap pernyataannya yang menuai kontroversi dan pembicaraan publik itu pun bisa mendorong agar MK senantiasa menjaga muruah-nya dalam memutuskan perkara.

"Mudah-mudahan dengan lampu sorot yang terang dari publik ini, MK lebih bisa didorong kebijakannya, kenegarawanan-nya, untuk memutus betul-betul sebagai the guardian of constitution," ucapnya.

Dia juga berharap pada akhirnya MK akan mengeluarkan putusan yang berbeda dengan pernyataan yang dikeluarkannya, yakni tetap memberlakukan sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024.

Ilustrasi pemungutan suara saat pemilu.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

Menurut dia, alangkah lebih bijaknya apabila perubahan sistem pemilu dilakukan pada periode berikutnya dengan memberikan ruang proses legislasi pada Presiden dan DPR.

"Kalau ingin diubah, alangkah berbahayanya karena sudah ada di DCS (Daftar Calon Sementara), akan menimbulkan partai-partai sulit untuk mencari calon yang mungkin mundur dan juga KPU yang masih harus menyesuaikan," katanya.
 
Di awal, Denny membantah isu membocorkan putusan MK pada perkara Nomor: 114/PUU-XX/2022 terkait gugatan terhadap sistem proporsional terbuka pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

"Sumber yang saya dapat bukan dari MK, karena itu tidak ada pembocoran rahasia negara; kalau bocornya dari MK, ada pembocoran rahasia negara, tetapi karena informan saya bukan dari MK, maka tidak ada pembocoran rahasia negara," katanya.

Selain itu, dia menjelaskan bahwa dirinya memilih frasa "mendapatkan informasi" dan bukan "mendapatkan bocoran", serta memakai frasa "MK akan memutuskan". "Memang belum ada keputusan, saya memakai istilah dari orang yang saya sangat percaya kredibilitasnya," kata dia.

Mahfud MD sebelumnya meminta Polri dan MK mengusut dugaan kebocoran informasi soal putusan terkait sistem pileg. Pasalnya, kata Mahfud lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd, putusan MK belum dibacakan masih berstatus sebagai rahasia negara.
 
"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," tutur Mahfud.

Pernyataan Mahfud itu merupakan respons terhadap cuitan Denny Indrayana yang mengklaim dirinya mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya