Bamsoet: Hindari Paradigma Klise, Kontestasi Politik Jadi Pemantik Lahirnya Konflik Horizontal
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Politik – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mengingatkan bahwa kondisi bangsa Indonesia saat ini tengah dihadapkan pada berbagai tantangan, salah satunya ialah potensi konflik horizontal di tengah kontestasi politik.
Hal tersebut disampaikannya saat memberikan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dan konsolidasi kader Partai Golkar di DPD II Partai Golkar Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Minggu malam, 21 Mei 2023.
"Menyongsong penyelenggaraan pemilu serentak dan pilkada serentak tahun 2024, kita harus menghindarkan paradigma klise, di mana kontestasi politik menjadi pemantik lahirnya konflik horizontal," kata Bamsoet, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Menurut dia, kontestasi politik tidak boleh memicu polarisasi masyarakat pada dua kutub yang berseberangan, baik sebelum, selama, hingga setelah penyelenggaraan pemilu.
Berkaca pemilu sebelumnya, dia menuturkan, Pilpres 2019 meninggalkan residu persoalan berupa kerusuhan massa setelah penetapan hasil penghitungan dan perolehan suara nasional yang menyebabkan sembilan orang menjadi korban jiwa.
Bamsoet mengingatkan Indonesia saat ini juga menghadapi tantangan melemahnya pemahaman terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa, khususnya di kalangan generasi muda bangsa.
Merujuk pada hasil survei yang dirilis Setara Institute dan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada 17 Mei 2023, sebanyak 83,3 persen pelajar SMA berpandangan bahwa Pancasila adalah ideologi yang tidak permanen atau dapat digantikan.
Sementara, hasil survei Pusat Studi Kebangsaan Indonesia dan Litbang Kompas pada Januari 2023, mengungkap bahwa 86,1 persen mahasiswa tidak setuju jika Pancasila diganti.
Berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Juni 2022 menyatakan sebanyak 82 persen masyarakat menganggap Pancasila sebagai ideologi negara tidak boleh diubah.
Fenomena tersebut, kata Bamsoet, setidaknya mengisyaratkan setidaknya dua hal penting. Pertama, proses internalisasi Pancasila belum sepenuhnya menjangkau generasi muda bangsa, khususnya kalangan pelajar SMA.
"Kedua, bahwa persepsi dan sikap generasi muda terhadap ideologi negara masih bersifat labil," ucapnya.
Maka, Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) itu pun mengatakan, persepsi serta proses internalisasi Pancasila pada generasi muda perlu untuk terus dibangun dan dikembangkan. (ant)