Mahfud MD: Pemilu Ajang Memilih Pemimpin, Bukan Pilih Musuh

Menko Polhukam, Mahfud MD
Sumber :
  • Kemendagri

VIVA Politik – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD mengungkapkan kekhawatirannya soal Indonesia Emas pada tahun 2045 mendatang. Menurutnya, masih banyak rakyat Indonesia yang melakukan strategi perpecahan dengan melakukan perang ideologis, terkhusus menjelang Pemilu. 

Mahfud MD Tegaskan Hukum Indonesia Tak Kenal Pengampunan Koruptor

"Tahun 2045 itu mungkin betul Indonesia menjadi Indonesia Emas, tetapi kalau kita tidak bisa menjaga keutuhan ideologi ini saya khawatir kita nggak sampai ke tahun 2045," ujar Mahfud dalam sambutannya di acara HUT Gerakan Bhineka Nasionalis (GBN), Jakarta Pusat, dikutip Senin, 22 Mei 2023.

Menag Nasaruddin Umar, Hasto hingga Mahfud MD Hadiri HUT Hanura di Ancol

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan jelang kontestasi Pemilu, masyarakat justru beradu argumen dan strategi untuk memecah belah rakyat Indonesia yang menganut  semboyan Bhineka Tunggal Ika.

"Apalagi setiap 5 tahun kita bertengkar terus dan menggunakan perpecahan ideologi. Isunya perbedaan ideologi masih dipakai juga meskipun kita sudah berteriak-teriak 'jangan kesitu'," katanya.

Pilpres 2024 Dinilai Mulai Geser Demokrasi RI Jadi Otokrasi Elektoral yang Mengkhawatirkan

Mahfud MD menegaskan bahwa Pemilu yang dilakukan setiap 5 tahun sekali merupakan ajang untuk memilih seorang pemimpin negara bukan memilih musuh. 

"Pemilu 5 tahun sekali itu untuk memilih pemimpin, bukan untuk memilih musuh," ucap Mahfud. 

Dia menambahkan, pemimpin yang terpilih menang adalah yang terbaik dan harus dituruti. 

"Oleh sebab itu, yang menang itu yang harus dianggap yang terbaik, harus dituruti. Inilah negara-negara ini berlangsung," ucapnya. 

Mahfud juga menyinggung soal sekelompok masyarakat yang gemar berideologi mengkafirkan orang lain karena memiliki pendapat yang berbeda dengannya. Selain itu juga bertujuan untuk menumbangkan pemerintahan saat ini karena dianggap kafir.

"Kadang kalau sekarang 'wah itu kafir', 'itu musuh kita', 'wah itu mayoritas itu jahat harus diambil perannya', ya nda bisa. Ya minoritas kita pindah (kalau begitu), tidak bisa," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya