ICW Adukan 55 Pimpinan AKD DPR RI, Dianggap Tidak Patuh Laporkan LHKPN

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih sekaligus Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana
Sumber :
  • VIVA/Yeni Lestari

VIVA – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), menyambangi Gedung DPR RI, Rabu, 12 April 2023. Mereka datang untuk mengadukan 55 orang Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang dinilai tidak patuh melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) masa waktu 2019-2021. Mereka dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

“Kami berpandangan tindakan 55 orang itu layak dikategorikan sebagai pelanggaran hukum,” kata peneliti ICW, Kurnia Rhamadana di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Kurnia menjelaskan, dari 55 orang yang diadukannya, terdapat 4 orang Pimpinan DPR di dalamnya. Adapun kader partai politik yang paling banyak dilaporkan yakni PDIP dan Golkar, masing-masih 11 orang. 

“PKB 10 orang, Gerindra 6 orang, Nasdem dan PAN sama 5 orang, Partai Demokrat 3 orang dan PPP serta PKS masing-masing 2 orang,” kata Kurnia.

Kurnia menjelaskan, kewajiban pelaporan LHKPN mandat langsung dari Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 yang diikuti dengan Peraturan KPK Nomor 02 Tahun 2020. Kedua aturan itu menyebutkan bahwa setiap penyelenggara negara, wajib melaporkan harta kekayaannya dalam masa waktu satu tahun sekali dan paling lambat diserahkan pada tanggal 31 Maret.

“Bukan hanya melanggar hukum, mengabaikan LHKPN juga bersinggungan dengan etik,” ujarnya.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR RI, disebutkan bahwa setiap anggota DPR RI bertanggung jawab mengemban amanat rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga legislatif, dan mempergunakan fungsi, tugas, dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. 

Menurut Kurnia, dapat diartikan jika ada anggota DPR RI yang mengabaikan perintah UU termasuk kategori melanggar hukum. Oleh karenanya, memenuhi unsur Pasal 2 ayat (2) Per DPR 1/2015 tersebut. 

KPK Ungkap Nama Dedy Mandarsyah Pernah Disebut Namanya di OTT Kasus BBPJN Kaltim 2023

Dalam kaitan aduan itu, ICW merekomendasikan kepada MKD segera memanggil 55 orang tersebut. Selain itu, MKD diharap dapat menggelar persidangan tersebut secara terbuka sebagai pemenuhan nilai transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat.

“Jika kemudian aduan terbukti, MKD harus mengkategorikan perbuatan pelanggaran atas ketidakpatuhan melaporkan LHKPN sebagai Pelanggaran Berat seperti diatur dalam Pasal 20 ayat (4) huruf b Per DPR 1/2015,” ujarnya.

Anaknya Terseret Kasus Penganiayaan Dokter Koas, LHKPN Kepala BPJN Kalbar Dedy Mandarsyah Disorot KPK

Aturan itu mengatakan Pelanggaran Berat adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai berikut, diantaranya tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Sementara merujuk pada Pasal 81 huruf b Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, disebutkan bahwa anggota DPR berkewajiban melaksanakan UUD RI Tahun 1945 dan mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan. 

DPR: KPK Dibentuk bukan Sebagai Wadah Penyidik Tunggal Kasus Korupsi
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta

PDIP: Pilkada Langsung Beri Pendidikan Politik kepada Masyarakat

Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), I Wayan Sudirta menyoroti soal usulan mengembalikan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dari model langsung menjadi tidak langs

img_title
VIVA.co.id
19 Desember 2024