Yunus Husein: PPATK Ibarat Gelandang, Kasih Umpan Tak Boleh Cetak Gol
- Tv Parlemen
VIVA Politik – Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein meyakini data yang diberikan PPATK ke Kemenkeu bukanlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM). Dia menduga itu hanya data laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP).
"Mengenai LHA dan LHP. Jadi yang diberikan PPATK itu dua sebetulnya, LHA paling banyak, kedua LHP. Sama sekali bukan LTKM yang diserahkan PPATK kepada Kemenkeu (kemarin)," kata Yunus dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 April 2023.
Kendati begitu, kata Yunus, jika PPATK telah berani menyerahkan LHA atau LHP ke aparat penegak hukum, artinya telah ditemukan indikasi tindak pidana. "Kalau enggak ada indikasi, kita kembalikan ke data base, kita kembalikan lagi sambil nunggu kasus-kasus lain," kata Yunus.
Dalam kesempatan sama, Yunus menegaskan, jika PPATK tidak memiliki kewenangan untuk menentukan tindak pidana. Sebab, tekan dia, yang punya wewenang menentukan tindak pidana hanyalah aparat penegak hukum.
Yunus menambahkan, tugas penyidik untuk melakukan penyelidikan, mencari dua alat bukti permulaan, dan menangkap pelaku.
"Kalau saya umpamakan permainan bola, PPATK itu seperti gelandang, sebagai play maker yang memberi umpan ke striker kepada penyidik. PPATK sebagai gelandang, enggak boleh cetak gol, yang buat gol itu penyidik polisi, KPK, Kejaksaan," kata Yunus Husein.
Transaksi LHA Rp 349 Triliun
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menerima laporan surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi janggal di kementeriannya.
Sri Mulyani mengatakan bahwa laporan tersebut sebenarnya temuan transaksi janggal mencapai Rp 349 triliun yang dilaporkan PPATK dalam 300 surat.
"Rp 349 triliun, 300 surat, semuanya serba 300 dalam hal ini," kata Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 27 Maret 2023.
Sri Mulyani menerangkan, isu ini bermula pada 8 Maret 2023, Menkopolhukam Mahfud MD saat itu mengungkapkan di publik terkait dengan transaksi mencurigakam tersebut. Namun, Sri Mulyani mengaku bahwa pihaknya belum menerima laporan apapun.
"Menurut Pak Ivan (Kepala PPATK) ada surat yang dikirim, saya cek belum ada. Ternyata baru dikirim tanggal 9 Maret, dengan tertanggal 7 Maret," kata Sri Mulyani.
Balik lagi soal 300 surat tadi, ungkap Sri Mulyani, surat pertama dari PPATK tersebut tidak mencantumkan nominal apapun.
:Surat itu tidak ada angkanya, saya sendiri menerima surat-surat PPATK yang diterima sejak 2009 hingga 2023. Ini baru pertama kali PPATK mengirim sebuah kompilasi surat," kata Sri Mulyani.
Sri menilai surat-surat ini di luar pakem PPATK. Sampai dengan tanggal 9 Maret 2023, Menkeu menegaskan bahwa tidak ada angka sama sekali dalam surat-surat PPATK.
Barulah pada 13 Maret 2023, Kepala PPATK menyampaikan surat kedua dengan format yang hampir mirip, yaitu seluruh kompilasi surat yang dikirimkan ke berbagai instansi sebanyak 300 surat. Dalam surat tersebut, barulah tertulis nilai total transaksi Rp 349 triliun.
“Ini pertama kali kami terima, daftar surat ada angkanya," kata Menkeu Sri Mulyani.
Sehingga, dirincikan Sri Mulyani, 300 surat tadi terdiri dari 139 inquiry Kemenkeu, 61 inisiatif PPATK, dan 100 surat yang dikirim ke aparat penegak hukum.