Mahfuz: Koalisi Besar Harus Dilapisi Agenda Kepentingan Nasional Ditengah Ancaman Perang
- Partai Gelora
VIVA Politik – Koalisi besar yang digagas 2 poros koalisi yakni Koalisi Indoensia Bersatu (KIB) dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), mendapat respon positif. Walau, pembahasan koalisi itu juga butuh peneguhan kepentingan nasional di tengah pertarungan global dan ancaman peperangan.
Seperti diketahui, koalisi besar ini digagas oleh Partai Golkar, PPP, PAN (KIB) lalu Partai Gerindra dan PKB (KKIR). Koalisi besar, diharap bisa melahirkan kepemimpinan politik Indonesia yang kuat. Serta bisa melindungi kepentingan nasional.
"Kalau sekarang ada yang mengarah pada koalisi besar, itu saya kira satu ide yang menarik. Tetapi, kita melihat hal itu masih sekedar wacana, masih baru cocok-cocokan. Masih ngukur, ini modalnya berapa, yang ini berapa, cukup atau tidak. Masih berbasis pragmatis, basis koalisinya belum ada ikatan ideologisnya," kata Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfuz Sidik, dalam keterangan persnya, Kamis 6 April 2023.
Itu disampaikan Mahfuz, dalam Gelora Talk bertajuk 'Koalisi Politik di Bulan Ramadhan 1444 H, Rabu kemarin.
Walau wacana koalisi besar ini diprediksi akan terbentuk, namun dia melihat belum ada pembicaraan terkait Indonesia setelah 2024 nanti.
Mahfuz yang sempat lama menjadi Ketua Komisi I DPR RI (salah satunya membidangi hubungan luar negeri), menilai situasi dunia saat ini cukup berisiko. Risiko ini yang harus diperhitungkan bagi Indonesia. Yakni potensi perang terbuka negara-negara besar di dunia. Di luar dari perang antara Rusia-Ukraina.
"Amerika, Rusia, negara-negara Eropa dan China sudah saling mengancam perang, dan perangnya nggak tanggung-tanggung pakai nuklir. Jika terjadi perang terbuka, maka imbasnya ke Indonesia akan sangat signifikan," jelas Mahfuz.
Maka koalisi besar yang digagas 5 partai ini juga, jelas dia, harus menghasilkan format yang lebih baik. Dalam rangka melindungi kepentingan nasional sebagai bangsa dan sebagai negara.
"Koalisi besar harus dilapisi atau dialasi dengan agenda tentang bagaimana kepentingan nasional Indonesia di tengah ancaman perang kawasan," katanya.
Dalam penilaiannya, ancaman seperti ini harus diantisipasi. Agar Indonesia ke depan juga tidak semakin berat.Â
"Menurut saya, yang penting jangan sampai siklus 5 tahunan menciptakan kerentanan-kerentanan pemilu. Membuat Indonesia menjadi proxy war dari petarungan global, atau lebih jauh kita menjadi battlefield, ladang perang pertarungan-pertarungan besar. Itu yang perlu kita warning," katanya.
Kerentanan yang Dimanfaatkan Asing
Dalam situasi pemilu saat ini, faktor kerentanan harus bisa dilihat. Terutama akan kemungkinan ditunggangi oleh asing. Yaitu faktor polarisasi idelogis, juga kemiskinan masyarakat marjinal dan perkotaan.
"Kalau nanti tiba-tiba muncul isu PKI lagi, Islam fundamentalis jangan kaget. Atau ada prakondisi krisis ekononomi yang dipicu krisis moneter atau rontoknya perbankan di Indonesia, misalnya. Jika ini terus dibumbui dan di-drive, maka kerentanan akan terjadinya konflik terbuka akan semakin besar," jelasnya.
Mahfuz mengatakan, ide dari koalisi besar ini sejalan dengan apa yang diharapkan Partai Gelora. Pemilu 2024, menurut partai bernomor urut 7 ini, harus menjawab tantangan global.
Â
"Partai Gelora telah membangun komunikasi politik secara senyap, informal, menyampaikan ide atau narasi, bahwa kita butuh formasi kepimpinan baru yang kuat. Koalisi besar sebenarnya sejalan dengan pemikiran Partai Gelora," katanya.
Ia menambahkan, Partai Gelora telah menyodorkan satu pemikiran untuk menghentikan polarisasi yang terjadi di masyarakat. Rekonsiliasi harus diperkuat, dan pemilu 2024 tidak melahirkan residu juga.
"Kita juga mengingatkan bahwa situasi ekonomi yang sulit saat ini bisa memunculkan perlawanan kaum miskin marjinal. Lalu, kemana arah Partai Gelora tentu kepada pihak-pihak yang bisa menerima ide-ide yang kita sodorkan untuk kepentingan Indonesia, bukan kepentingan pragmatis," tegasnya.