ICW: Ketua KPU Berpotensi Terima Gratifikasi Buntut Perjalanan dengan Wanita Emas

Ketua KPU Hasyim Asyari
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Politik - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyoroti tiket penerbangan Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 18 Agustus 2022 lalu. Tiket penerbangan yang dimaksud diduga dibiayai Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni alias wanita emas

Budi Gunawan Minta Usulan KPU jadi Badan Ad Hoc Dikaji Lebih Dalam

Hal ini terungkap dalam sidang pembacaan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dengan nomor perkara 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023.

Di Yogyakarta, Hasyim dan Hasnaeni alias wanita emas berziarah ke beberapa tempat atau melakukan kegiatan pribadi. Padahal pada tanggal 18-20 Agustus 2022, Hasyim memiliki agenda resmi selaku Ketua KPU yakni menghadiri penandatangan MoU dengan tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta.

ICW Catat 33 Provinsi Gelar Pilkada Terindikasi Kuat Punya Paslon Terafiliasi Dinasti Politik

Kurnia menilai, tiket pesawat dengan rute penerbangan Jakarta-Yogyakarta itu bisa menjadi bukti bahwa Hasyim diduga menerima gratifikasi. Jika, pemesanan tiket tersebut berkaitan dengan jabatan Hasyim selaku Ketua KPU.

"Penting untuk dijelaskan lebih lanjut, apakah pemesanan dan pembelian tiket tersebut berhubungan dengan jabatan Hasyim sebagai Ketua KPU," kata Kurnia dalam keterangannya seperti dikutip, Rabu, 5 April 2023. "Jika iya, maka pemberian itu berpotensi dianggap sebagai gratifikasi," lanjut Kurnia.

Polemik Pilkada Fakfak, KPU dan KPUD Papua Barat Dilaporkan ke DKPP dan Bawaslu

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana

Photo :
  • Antarafoto/Kurnia Ramadhana

Menurut dia, Hasyim wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika tiket pesawat yang diterimanya dari Hasnaeni itu merupakan bagian dari bentuk gratifikasi. Hasyim memiliki waktu 30 hari untuk melaporkan dugaan gratifikasi tersebut. 

"Jika pemberian itu berpotensi sebagai gratifikasi, Hasyim punya tanggung jawab hukum untuk melaporkannya kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari," ujar Hasyim.

Sanksi Peringatan Keras

DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari. Ia terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KEPP). 

Hasyim dinilai memiliki hubungan dengan Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni atau karib dikenal wanita emas.

Hasyim adalah teradu dalam perkara 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023. Perkara terkait dengan hubungan Hasyim dengan Wanita Emas.

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Teradu Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito yang menjadi Ketua Majelis Sidang saat pembacaan sanksi dalam sidang pembacaan putusan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu, 3 April 2023.

Hasyim dinyatakan terbukti melakukan perjalanan pribadi dari Jakarta menuju Yogyakarta bersama Hasnaeni (Pengadu II) pada 18 Agustus 2022. Hasyim menggunakan maskapai Citilink dengan tiket perjalanan yang ditanggung oleh Hasnaeni.

Hasyim dan Hasnaeni melakukan ziarah ke sejumlah tempat di Yogyakarta. Pertemuan itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Pertemuan itu dinilai tidak pantas dilakukan Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI.

Hasyim Asy'ari terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf b, c, dan ayat (3) huruf e; Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 huruf a, b, g, h, i, j, l; Pasal 11 huruf d; Pasal 12 huruf a, b; Pasal 14 huruf c; Pasal 15; Pasal 16 huruf e; Pasal 19 huruf f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Selain itu, Hasyim Asy’ari terbukti memiliki kedekatan pribadi dengan Hasnaeni. Kedua berkomunikasi secara intensif melalui WhatsApp berbagi kabar di luar kepentingan kepemiluan.

DKPP menyebut tindakan Hasyim selaku penyelenggara Pemilu terbukti melanggar prinsip profesional dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu. Sikap Hasyim itu dianggap mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara Pemilu.

Dengan demikian Teradu terbukti melanggar Pasal 6 ayat (3) huruf e dan f jo Pasal 15 huruf a, d, dan g, Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya