Kalau PDIP Gabung Koalisi Besar KIB-KKIR Berpotensi Terjadi Polarisasi di Masyarakat

Ilustrasi penghitungan suara Pilpres 2019
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA Politik – Apakah perlu PDIP bergabung dalam koalisi besar gabungan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), beragam argumen mencuat.

AKP Dadang Tembaki Rumah Dinas Kapolres hingga Prabowo Tunjukan 'Taring' Bela Palestina

Menurut pengamat politik Ujang Komarudin, agak sulit bagi PDIP untuk ikut dalam koalisi besar ini. Sebab, koalisi ini sudah ada king makernya yakni Presiden Joko Widodo. Sementara di PDIP, adalah Megawati Soekarnoputri.

Lebih lanjut, Ujang menilai bisa kepentingan keduanya tersebut berbeda. Maka bila demikian, maka lebih baik masing-masing berada di kubu yang tidak sama.

Sebelum Pulang ke Jakarta, Prabowo Ajak Foto Pegawai KBRI di Abu Dhabi

“Kita lihat saja ke depan apakah kepentingan Jokowi dan Megawati sama. Kalau sama bisa gabung kalau beda akan jalan masing-masing. Koalisi besar di bawah komando Jokowi, PDIP di bawah komando Megawati,” kata Ujang, Selasa 4 April 2023.

Petinggi KIB dan KKIR bertemu dengan Presiden Jokowi di kantor DPP PAN.

Photo :
  • Twitter Zulkifli Hasan @ZUL_Hasan
Prabowo dan Presiden MBZ Sepakat Perkuat Kerja Sama Usai Bertemu di Qasr al Watn

Selain itu, menurutnya bila PDIP ada di koalisi besar ini, maka pertarungan di Pilpres 2024 tidak menarik. Karena hanya menyisahkan 2 pasangan capres-cawapres saja. Maka potensi terjadinya polarisasi di tengah-tengah  masyarakat juga semakin besar.

“Kalau PDIP bergabung enggak menarik kan cuma ada 2 pasang. Koalisi besar plus PDIP dengan Koalisi Perubahan,” katanya.

Selain KIB dan KKIR, ada juga KOalisi Perubahan yang digagas Partai Nasdem, Partai Demokrat dan PKS. Sementara PDIP bisa mengusung capres-cawapres sendiri tanpa harus koalisi karena jumlah suara melebihi ambang batas.

Maka dari itu, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia itu menilai, lebih baik PDIP mengusung pasangan calon sendiri.

“Mestinya pasangan capres dan cawapres harus banyak agar rakyat punya pilihan. Agar tidak terjadi polarisasai seperti Pilpres 2019,” jelasnya.

Konfigurasi capres akan berubah, kata Ujang, bila PDIP ada dalam koalisi besar ini. Yang terlihat sekarang, diyakininya kalau ada kesepakatan untuk mengusung Prabowo Subianto sebagai capres.

Sedangkan PDIP tetap ingin kadernya yang diusung. Maka dari sini menurut Ujang, tidak ada titik temu. Dari situ dia memprediksi, kecil peluang bagi PDIP ikut dalam koalisi besar KIB-KKIR ini.

“Saya melihatnya capresnya Prabowo. Karena kita lihat dari 3 besar ada nama Prabowo, Ganjar dan Anies. Kalau Anies sudah didukung Koalisi Perubahan,” katanya.

Adapun Ganjar, dia meyakini saat ini sudah tereliminasi terkait dengan polemik penolakan Timnas Israel berlaga di Piala Dunia U-20 yang berbuntut dicabutnya status Indonesia sebagai tuan rumah oleh FIFA.

“Maka yang 3 besar itu elektabilitasnya tinggi hanya Prabowo yang ada di koalisi besar,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya