Yusril Ihza Mahendra Bongkar Pembicaraan Rahasia dengan Habib Rizieq pada Pemilu 2019

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Politik – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra membongkar isi percakapan dengan mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab dalam polemik politik perseteruan antara pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada pemilu 2019.

Hasto jadi Tersangka KPK, Jokowi: Hormati Seluruh Proses Hukum yang Ada

Mula-mula dia mengingatkan pemikiran dan sikap politiknya yang waktu itu mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin namun ditentang oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), ormas Islam yang ikut mendirikan PBB pada 1998. DDII, bersama beberapa ormas lain termasuk FPI tergabung dalam Ijtima Ulama pada 2018, menerbitkan fatwa untuk mendukung Prabowo-Sandiaga.

Bagi Yusril, perbedaan itu hanyalah permasalahan pilihan politik alih-alih ideologi atau akidah keislaman. Karena itu, menurutnya, perbedaan tersebut tak sepatutnya diperdebatkan dan dipertentangkan seperti halnya perbedaan keyakinan atau keimanan.

Prabowo Sampaikan Ucapan Natal, Ajak Masyarakat Wujudkan Indonesia yang Damai dan Sejahtera

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Menurut saya, perbedaan dukungan kepada Prabowo kepada Jokowi itu hanya persoalan ijtihad yang menyangkut orang: kalau pemimpin itu sama-sama muslim dan kualitasnya itu lebih kurang sama, dan menurut saya, kualitas Islam-nya Pak Jokowi dengan Pak Prabowo, ya, lebih kurang sama," katanya dalam wawancara eksklusif VIVA pada program The Interview di Jakarta pada 22 Maret 2023.

Tuduhan Cawe-cawe di Tahun Terakhir Jokowi Jadi Presiden

"Mau pilih Prabowo atau pilih Jokowi sama aja," katanya, menekankan, "yang paling penting siapa yang menang, kepentingan-kepentingan umat Islam bisa terjaga."

Ijtima Ulama yang sampai membuat fatwa resmi mendukung Prabowo-Sandiaga, menurutnya, tidak perlu, karena itu termasuk politisasi agama yang sudah berlebihan. Apalagi menyusul fatwa itu, setelah Prabowo-Sandiaga dinyatakan kalah dari pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, muncul seruan-seruan bermuatan agama yang menentang hasil pemilu. 

"Apalagi Neno Warisman baca puisi, 'Ya Allah, tidak ada lagi orang yang akan menyembah-Mu kalau ini calon yang kami dukung kalah'. Itu terlalu jauh politisasi agama; itu menurut saya terlalu jauh," ujarnya.

Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan orasi politik saat kampanye akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu, 7 April 2019.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Jokowi atau Prabowo

Dalam polemik politik dua kubu simpatisan yang dikenal dengan sebutan "Cebong versus Kampret" itu, Yusril terlibat perselisihan pendapat dengan Habib Rizieq Shihab, salah satu tokoh utama Ijtima Ulama. Yusril, sebagaimana sikapnya terhadap Ijtima Ulama, mengingatkan Rizieq agar lebih bijaksana dan tidak mempertentangkan pilihan politik seperti halnya perbedaan keyakinan atau akidah.

"Saya bilang, 'Bib, ini kan ijtihad kita memilih orang ya; memilih orang ini bukan kita memfatwakan makanan halal [atau] haram'," katanya, menceritakan percakapannya dengan Rizieq kala itu.

Yusril bertamsil, apa hukum memakan daging hewan tapir yang secara fisik tampak menyerupai babi yang diharamkan untuk dimakan menurut hukum Islam. "Bisa aja ulama mengatakan, 'Oh, ini lebih banyak sifat babinya’, terus diharamkan. Selesai."

"Tapi, kalau Prabowo sama Jokowi, mana yang wajib dipilih, mana yang haram dipilih, kan jadi tidak sederhana. Jadi, menurut saya sih, yang begini-begini ini mestinya tidak masuk ke ruang politik," katanya.

Layar menyiarkan video Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab saat kampanye akbar pasangan capres-cawapre nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu, 7 April 2019.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Sejarah Islam

Dia berharap pula tidak ada lagi fatwa ulama semacam Ijtima Ulama dalam pemilu tahun 2024, karena terbukti membelah masyarakat. Mestinya pula, katanya, umat Islam di Indonesia belajar dari sejarah konflik politik dalam Islam setelah Nabi Muhammad wafat, ketika terjadi polemik siapa khalifah yang sah, Ali bin Abi Thalib atau Muawiyah bin Abu Sufyan.

Ali maupun Muawiyah sama-sama sahabat utama Nabi Muhammad, namun kala itu dukungan politik lebih banyak kepada Muawiyah. Para pendukung Ali, yang menganggap Ali lebih pantas karena merupakan sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad, lantas membentuk faksi atau entitas politik tersendiri yang disebut Syiah dan terpisah dari Muawiyah.

"Lama-lama ini (perselisihan politik antara kubu Muawiyah bin Abu Sufyan dengan Ali bin Abi Thalib) bukan hanya perbedaan politik tapi masuk ke bidang akidah, ke tafsir fikih, sampai hari ini. Jadi, saya pikir kita belajarlah dari sejarah," katanya, mengingatkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya