Yusril Ihza Mahendra: Negara dalam Keadaan Kekacauan dan Anarki pada 20 Oktober 2024
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Politik – Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra memperingatkan semua pihak untuk mewaspadai dan mengantisipasi dampak buruk putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berpotensi menyebabkan penundaan pemilu tahun 2024.
Putusan pengadilan yang dibacakan pada 2 Maret 2023 tersebut menyatakan, "Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari".
Jika putusan itu dieksekusi atau terlaksana dan pemilu tertunda, Yusril mengingatkan, penyelenggaraan pemilu melampaui periode masa jabatan presiden dan wakil presiden (berikut para menterinya) dan parlemen sekarang yang merupakan hasil pemilu tahun 2019.
Segera setelah masa jabatan presiden dan wakil presiden serta parlemen habis pada 20 Oktober 2024, menurut Yusril, negara tidak memiliki pemimpin atau kepala kepala negara-pemerintahan yang bertanggung jawab atas seluruh penyelenggaraan negara. Tepat pada saat itulah, katanya, negara berada dalam keadaan kekacauan.
Tidak seperti pada masa lalu, katanya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sekarang, sesuai konstitusi, tidak bisa memperpanjang masa jabatan presiden, juga tidak bisa menunjuk presiden atau penjabat presiden.
"Nah, berarti tanggal 20 Oktober [2024], jam 12 malam lewat 1 detik, Pak Jokowi itu udah kehilangan legalitas dan kewibawaannya; kalau dia memerintahkan sesuatu, orang bilang, 'Pak, minta maaf, ya, Bapak bukan presiden lagi; Bapak bukan wapres, Bapak bukan menteri lagi', tapi [negara] dalam keadaan kekacauan," katanya dalam wawancara eksklusif dengan VIVA pada program The Interview di Jakarta pada 22 Maret 2023.
"Kalau pemilu itu ditunda, berakibat kepada masa jabatan masa jabatan akan terlampaui: DPR habis, presiden habis, menteri habis, semua, DPD habis, MPR habis; negara chaos (kekacauan), anarki, seperti yang saya katakan tadi," katanya, memberikan penekanan.
"Jadi, dampak dari putusan pengadilan itu sangat luar biasa besar," ujar sang Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu.
Mantan menteri kehakiman dan perundang-undangan itu mengingatkan juga bahwa permasalahan tersebut harus segera dicarikan solusinya. Sebab, katanya, situasi negara akan benar-benar buruk jika tak ada pemimpin yang sah dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan negara.
Bahaya akan situasi seperti itu bahkan, katanya, sudah diingatkan oleh para ahli hukum Islam pada masa lampau. "Para ahli hukum Islam mengatakan, lebih baik ada sultan yang zalim daripada tidak ada sultan sama sekali; artinya, sultan itu zalim tapi masih ada yang bertanggung jawab, ada yang memimpin, tapi kalau tidak ada sultan sama sekali yang terjadi adalah kekacauan."
"Ahli hukum Islam sudah membicarakan itu 1.200 tahun yang lalu tentang keadaan seperti itu bisa terjadi."