Anies Bilang Politik Identitas Tidak Terhindarkan, Pengamat Minta Masyarakat Hindari
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA Politik – Politik identitas menjadi perdebatan baru di pemilu mendatang ini. Hal ini dinilai cukup berbahaya, sehingga para capres dan cawapres mesti konsisten menolak politik identitas pada Pilpres 2024 mendatang.
"Menurut saya para kandidat itu sendiri bersama-sama menolaknya supaya itu nggak berkembang. Tapi ketika para kandidat itu membiarkan, ya sama saja, dia bagian dari politik identitas yang tidak sesuai dengan Pancasila itu, Bhinneka Tunggal Ika," kata pakar komunikasi politik, Emrus Sihombing, Jumat 24 Maret 2023.
Politik identitas diminta dihindari, sebab bahayanya akan terjadi polarisasi di tengah-tengah masyarakat. Seperti yang terjadi pada Pilkada DKI 2017 hingga berlanjut ke Pilpres 2019.
Dia juga mengomentari soal bakal capres Anies Baswedan yang menyebut politik identitas tidak bisa dihindari. Apalagi momentumnya adalah kontestasi politik.
"Kalau muncul dari perspektif yang positif boleh, tapi jika muncul dari perspektif negatif bisa saja. Misalnya, dari keturunan A, keturunan yang minoritas di negara ini. bisa saja diangkat itu. itu tidak baik, nggak boleh," kata Emrus.
Menurut dia, persoalan politik identitas mestinya tidak digunakan para kandidat. Tapi bagaimana mereka bisa lebih fokus pada program dan gagasan. Sehingga kontestasi politik di pemilu lebih kuat pada adu program dan gagasan masing-masing kandidat tersebut.
Politik identitas, jelas dia, juga bisa saja muncul atau dimunculkan. Terutama dari mereka yang berada di luar lingkaran dari kandidat tersebut. Bukan di lingkaran calon, partai politik dan tim sukses.
"Tapi apakah akan muncul eksklusivitas tadi, politik identitas yang sempit? Saya berhipotesa itu akan muncul, tapi yang akan menggelorakan itu nanti bisa saja sekelompok masyarakat atau aktor politik yang tidak berada pada tim sukses resmi, yang bukan dari para kandidat calon, tidak partai politik," katanya.
Namun jika memang politik identitas tidak bisa dihindari, seperti yang diutarakan Anies, maka bisa saja itu menjadi menguntungkan bagi dia. Atau bahkan, kata Emrus, merugikan bagi Anies sendiri. Tergantung konten yang diangkat.
"Katakanlah konten yang terkait dengan pembenturan suku dengan suku. Membenturkan agama atau aliran tertentu, bisa saja muncul itu. Lalu apakah yang merugikan dan menguntungkan Anies? tergantung yang akan muncul ke permukaan," kata Emrus.
Sebelumnya, Anies mengatakan kalau politik identitas tidak bisa terhindarkan. Mengingat setiap calon punya identitas pada dirinya yang selalu melekat.
"Politik identitas itu adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Misalnya calon yang bersaing adalah laki-laki dan perempuan, maka di situ ada identitas gender," kata Anies.
Termasuk yang banyak dikait-kaitkan pada saat dirinya ikut di Pilkada DKI Jakarta 2017. Menurutnya, karena ketika itu ada perbedaan agama antar calon. Yakni dirinya dengan patahana yakni Basuki Tjahaja Purnama atau BTP (Ahok).
"Yang terjadi pada 2017, calon yang bersaing agamanya berbeda. Maka identitasnya yang terlihat adalah agama. Itu akan terus terjadi selama calonnya punya identitas berbeda, baik gender, suku, maupun agama," katanya.