Sentimen Asing di Pemilu, Menteri Bahlil Sebut Hilirisasi Mandek tanpa Investor Asing

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia.
Sumber :
  • VIVA/Anisa Aulia

VIVA Politik – Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, mengatakan isu-isu terkait polarisasi di sektor investasi, terutama pada sentimen penguasaan sumber daya alam oleh pihak asing, memang masih kerap mencuat di tengah-tengah masyarakat.

Golkar Rayakan Hari Ibu dengan Bedah Buku dan Pemberdayaan Perempuan

Namun, Bahlil menjelaskan bahwa peran investor asing dalam pembangunan di Tanah Air tidak bisa disangkal. Karena menjadi pendukung utama upaya hilirisasi yang saat ini tengah digenjot oleh pemerintah.

"Bukan saya bela pihak asing, tapi fair saja, kalau kita tidak mau pihak asing masuk, maka kita akan menjadi negara yang lambat dalam proses hilirisasi," kata Bahlil dalam diskusi hasil rilis survei nasional bertajuk 'Polarisasi Politik di Indonesia: Mitos atau Fakta?', yang disiarkan di akun Youtube Laboratorium Psikologi Politik UI, Minggu 19 Maret 2023.

Pilpres 2024 Dinilai Mulai Geser Demokrasi RI Jadi Otokrasi Elektoral yang Mengkhawatirkan

Dia menambahkan, peran investor asing itu diperlukan untuk mengisi kekosongan pemerintah, yang tidak bisa menggunakan APBN untuk menggenjot hilirisasi dan membangun industri-industri tersebut.

"Pemerintah itu tugasnya membangun regulasi," ujarnya.

Penjelasan OIKN soal Heboh Aguan Investasi di IKN Demi Selamatkan Jokowi

Dengan APBN tidak lebih dari Rp 3.000 triliun minus pembiayaan, GDP Indonesia adalah Rp 17.000 triliun. Karenanya hanya sekitar 18-19 % saja kontribusi yang bisa diberikan oleh APBN terhadap GDP. 

"Dari Rp 17.000 triliun itu, itu kan punya swasta semua. Kalau kita tidak membuka diri untuk pihak asing masuk memutar ekonomi kita, terus kita mau ambil dari mana? Sementara kemampuan keuangan kita sangat terbatas," kata Bahlil.

Di sisi lain, dalam hal ketersediaan lapangan kerja yang hadir dari adanya investasi asing tersebut, diakui Bahlil benar-benar membantu terciptanya peluang kerja yang lebih banyak. Jika itu dibanding yang bisa diciptakan oleh pemerintah sendiri.

Karena, dari 7 juta lapangan pekerjaan eksisting, angkatan kerja Indonesia per tahunnya bisa mencapai 2,9 juta orang tenaga kerja. Apalagi, pasca COVID-19 telah terjadi juga PHK antara 5-6 juta tenaga kerja.

"Jadi kalau cuma mengharapkan pemerintah membuka lapangan pekerjaan melalui penerimaan PNS, Polri, TNI, BUMN, kita itu tidak lebih dari satu juta lapangan kerja per tahun. Dari pertambahan angkatan kerja per tahun yang 2,9 juta saja kita defisit 1,9 juta. Lalu kalau kita tidak buka diri melalui investasi asing, mau dari mana buka lapangan pekerjaan?" kata Bahlil.

"Saya jadi takut kalau kita berpikirnya sangat sempit, suatu saat kampus ini akan menjadi pabrik pengangguran intelektual, dan itu akan menjadi masalah baru bagi bangsa," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya