Sentimen Asing-aseng jadi Faktor Polarisasi di Pemilu, Bahlil Beri Jawaban

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia
Sumber :
  • YouTube Kementerian Investasi - BKPM

VIVA Politik – Salah satu isu yang berpotensi akan muncul pada pemilu tahun 2024 nanti, masalah sentimen asing-aseng. Terutama terkait dengan investasi dari China. Selain isu lain seperti agama, kebutuhan pokok dan lainnya yang bisa menimbulkan polarisasi politik di tengah-tengah masyarakat.

4 Koin Kripto Diprediksi Punya Prospek Cerah: Investasi Sekarang, Amankan Masa Depan Keuangan Anda!

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, memberi penjelasan terkait dengan sentimen asing ini. 

Bahlil membantah masalah polarisasi asing-aseng dalam sektor investasi, yang secara tendensius menuding bahwa sumber daya alam Indonesia telah dikuasai oleh investor tertentu khususnya yang berasal dari China.

5 Siswa SMP asal Bogor Raih Juara Pertama Kompetisi AI Robotik Internasional di China

Hal itu diutarakannya dalam diskusi hasil rilis survei nasional bertajuk 'Polarisasi Politik di Indonesia: Mitos atau Fakta?', yang disiarkan di akun Youtube Laboratorium Psikologi Politik UI.

"Yang saya tahu, dalam tata kelola pemerintahan, sejak saya jadi anggota kabinet, kita itu tidak pernah membuka ruang yang berprioritas kepada suatu negara tertentu," kata Bahlil sebagaimana dikutip dari Youtube Laboratorium Psikologi Politik UI, Minggu, 19 Maret 2023.

Mau Tahu Cara Membuat Investor Tertarik pada Startup Baru Anda? Ini Langkahnya!

"Jadi ini (polarisasi isu Asing-Aseng) tidak benar. Sejak saya jadi Menteri Investasi, ini yang saya tahu. Maka semuanya kita buka," tegasnya.

Meski demikian, Bahlil tak menyangkal bahwa isu asing-aseng di bidang investasi ini kerap mencuat, dan kerap dikait-kaitkan dengan isu tenaga kerja. Selain itu, dia juga menjelaskan bahwa ada persepsi di masyarakat bahwa investasi yang masuk ke Tanah Air semuanya adalah investasi asing.

Dia membeberkan, dari total realisasi investasi sepanjang 2022 yang mencapai Rp 1.207 triliun, sebesar 54 % adalah investasi asing atau foreign direct investment (FDI). Di mana, dari porsi 54 % tersebut, negara yang investasinya paling besar masuk ke Indonesia adalah Singapura yang mencapai sekitar US$ 13 miliar.

"Itu pun bukan semuanya uang orang Singapura, tapi sebagian uang orang Indonesia yang ada di Singapura. Karena Singapura itu sebagai hub," ujar Bahlil.

Karenanya, dengan asumsi bahwa porsi penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang sebesar 46 %, ditambah dengan sebagian uang orang Indonesia yang ada pada FDI asal Singapura, maka sebenarnya porsi PMDN itu lebih besar daripada penanaman modal asing (PMA).

"Maka sebenarnya, PMDN kita itu lebih besar dari pada PMA. Karena duitnya duit orang Indonesia juga. Cuma kita ini kan kerap dikomporin bawa seolah-olah ini (investasi asal) China, ini Jepang, ini Korea," jelas Bahlil.

Polarisasi di Pemilu 2024

Diskusi Rilis Hasil Survei Nasional soal Polarisasi Politik

Photo :
  • VIVA/ Muhammad Yudha Prasetya

Polarisasi pada Pemilu 2024, diperkirakan masih akan terjadi. Studi yang dilakukan oleh Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) menyebut, fenomena polarisasi politik diperkirakan masih berpotensi pada pemilu ini.

Guru Besar Psikologi Politik UI, Prof Hamdi Muluk, menjelaskan penyebab terjadinya polarisasi. Antara lain yakni isu ketidakpuasan terhadap layanan publik, isu kebutuhan pokok, isu agama, isu ideologis, dan isu penistaan agama.

"Serta munculnya narasi soal adanya konspirasi bahwa pemerintah lebih memprioritaskan kepentingan asing dibandingkan kepentingan rakyat," kata Hamdi dalam diskusi hasil rilis Survei Nasional bertajuk 'Polarisasi Politik di Indonesia: Mitos atau Fakta?', di akun Youtube Laboratorium Psikologi Politik UI, Minggu, 19 Maret 2023.

Hasil studi tersebut menunjukkan, bahwa polarisasi yang berpotensi terjadi di masyarakat itu telah membentuk 2 kelompok. Yakni dengan proporsi 57 % dan 43 %.

Kemudian, untuk menguji apakah polarisasi politik terjadi di Indonesia, studi membedah analisis data sosial di media online. Yaitu analisis terhadap 43 juta tweet sebelum, selama, dan sesudah masa Pilpres 2019.

Studi kedua dilakukan melalui survei opini publik pada rentang waktu 6-28 Februari 2023. Ini dilakukan guna melihat apakah sisa-sisa (residu) polarisasi yang tadinya terindentifikasi di dunia online selama Pilpres 2019 masih terkonfirmasi.

"Terutama dalam bentuk sikap, perasaan dan opini di konteks offline selama 3 tahun setelah pilpres usai," ujar Hamdi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya