Prof Gayus: PN Jakpus Putuskan Ganti Rugi Gugatan Prima Masuk Rezim Perdata

Gayus Lumbuun
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA Politik - Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) masih jadi sorotan. Dalam putusannya, PN Jakpus memerintahkan KPU agar tak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024.

Bawaslu Minta Sentra Gakkumdu Rumuskan Lagi Hukum Acara Pemilu

Menanggapi itu, mantan Hakim Agung RI Prof Topane Gayus Lumbuun menilai putusan PN Jakpus bukan wilayah pemilu. Menurut dia, putusan PN Jakpus masuk perdata umum. 

"Merupakan suatu putusan yang masuk rezim perdata umum, bukan rezim pemilu karena kerugian yang timbul itu dalam proses pendaftaran. Yang timbul putusan KPU yang menolak dan merugikan," kata Gayus dalam keterangannya, Selasa, 14 Maret 2023.

Akhirnya! Ini Waktu Pramono-Rano Karno Ditetapkan Sebagai Gubernur dan Wagub Terpilih Jakarta

Dia mengatakan gugatan Prima karena sistem informasi partai politik (sipol) KPU yang bermasalah. Dia menyebut hal itu belum masuk substansi perkara pemilu. Bagi Gayus, putusannya sudah benar.

Menurutnya jika di amar putusan PN Jakpus tak ada amar yang menyebutkan wilayah rezim pemilu terkait UU Nomor 22 tahun 2007 maka itu kewenangan pengadilan selanjutnya seperti pengadilan tinggi untuk mengoreksi.

Fakta-fakta Mengerikan Kasus Harun Masiku yang Menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Debat panas Gayus Lumbuun dengan pakar hukum tata negara Feri Amsari.

Photo :
  • YouTube Indonesia Lawyers Club.

Dia mengatakan Prima menggugat KPU karena adanya dugaan perbuatan melawan hukum atau PMH. Gayus bilang tujuan dari PMH yang diputus PN Jakpus terkait kerugian yang timbul, bukan pada proses pemilu. 

"Tetapi pada pendaftaran. Jadi, belum memasuki wilayah pemilu. Kemudian, ada juga kerugian yang diputus di situ," jelas eks Anggota DPR Fraksi PDIP tersebut.

Dia mengatakan Prima selaku penggugat sudah punya syarat dan bukti-bukti yang kuat untuk meminta pertanggungjawaban hukum kepada KPU. Ia bilang putusan PN Jakpus juga merupakan proses wilayah inter partes atau mengikat antar pihak saja yaitu KPU da, tidak mengikat pihak lain. 

"Tetapi kalau diharapkan putusan ke wilayah lain, seperti PTUN itu masuk pada suatu putusan yang bersifat erga omnes. Nah, ini tergantung pada ahli yang jadi dan hakim yang memutuskan," jelasnya.

Adapun dalam diskusi Indonesia Lawyers Club (ILC), Gayus juga memaparkan soal putusan PN Jakpus. Gayus sempat berdebat sengit dengan dosen Universitas Andalas Feri Amsari.

Gayus tak sependapat dengan Amsari. Argumen Amsari gugatan Prima tidak tepat dilakukan di PN Jaktim, melainkan mestinya ke PTUN. 

"Saya hanya mengingatkan, bukan membalas 'menguliti' saudara Feri Amsari," ujar Gayus, dalam keterangannya.

Menurut Gayus, PN itu court of justice atau pengadilan yang mengadili keadilan. Sementara, PTUN itu court of law, hanya mengadili produk Undang-Undang yang cocok untuk diputuskan.

"Putusan PN Jakpus itu sah, tidak ada yang salah soal itu. Karena menyangkut rasa keadilan yang tidak diperoleh oleh Partai Prima. Karenanya, majelis hakim memutuskan ada biaya pergantian yang harus dibayarkan oleh negara sebesar Rp500 juta," ujar Gayus dikutip dari YouTube Indonesia Lawyers Club.

Pun, ia menyampaikan gugatan yang diajukan Prima adalah PMH yang dilakukan KPU. Tapi, dia mengatakan terkait penundaan pemilu, masih perlu diperjelas apakah ultra petita atau ultra vires.

Untuk diketahui, ultra petita adalah putusan yang melebihi tuntutan. Sementara, ultra vires yakni, suatu tindakan yang dilakukan pihak melebihi kewenangannya. 

“Namun, bila untuk kepentingan orang banyak, putusan ultra petita maupun ultra vires pun tidak bisa dipersalahkan karena pertimbangan hakim menyebutkan terjadinya penolakan pendaftaran oleh KPU telah menimbulkan kerugian bagi Partai Prima," tuturnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya