Kasus Mario Dandy, PKS Pertanyakan Program Revolusi Mental Jokowi

Anggota Komisi X DPR RI, Fahmy Alaydroes
Sumber :
  • Facebook: Fahmy Alaydroes

VIVA Politik – Kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio, membuka banyak tabir kasus. Hingga menyeret sang ayah yang merupakan pejabat Pajak. 

Demokrat Sebut Penolakan PDIP Terhadap PPN 12% Hanya Politis

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Fahmy Alaydroes, mengaitkan kasus Mario Dandy Satrio ini, dengan program Revolusi Mental pemerintahan Presiden Joko Widodo

Mario Dandy Satriyo, anak pejabat Ditjen Pajak yang menjadi tersangka penganiayaan.

Photo :
  • VIVA/Zendy Pradana
Ada Perlindungan Terhadap Masyarakat Bawah dan Menengah di Balik Kebijakan PPN pada 2025

Fahmy menilai, kasus tersebut menggambarkan problem pelik bangsa ini, khususnya terkait lemahnya pencapaian negara dalam membangun sumber daya manusia yang berkarakter dan beradab. Padahal, pemerintah telah mencanangkan program Revolusi Mental.

“Ini menunjukkan kegagalan Revolusi Mental karena Mario adalah anak pejabat Pajak yang memiliki gaya hidup hedon, pamer mobil mewah, tapi belum bayar pajak," kata Fahmy kepada awak media, Selasa, 7 Maret 2023. 

Nasdem Sebut Sikap PDIP soal PPN 12 Persen "Lempar Batu Sembunyi Tangan"

Selain itu, Fahmy menyoroti beberapa kejadian memalukan yang dilakukan oknum-oknum aparat dan pejabat. Perilaku tersebut, menurut dia justru bertentangan dengan Revolusi Mental yang disuarakan Presiden.

“Kebijakan Revolusi Mental yang didengungkan Presiden Jokowi tampak semakin ‘kosong’ dan tak bermakna,” ujarnya.

Alih-alih bermoral dan bermental baik, Fahmy menambahkan, justru banyak aparat dan pejabat berperilaku yang terkesan mengidap krisis moral. Mulai dari korupsi yang semakin merebak, hingga oknum aparat yang terlibat dalam pelanggaran dan penyelewengan hukum. 

Menurut Fahmy, kegagalan Revolusi Mental mirip dengan Profil Pelajar Pancasila yang digagas Kemendikbudristek.

“Di kalangan pelajar, juga banyak terjadi kasus-kasus amoral bahkan kriminal yang bertolak belakang dengan profil dan karakter Pelajar Pancasila,” imbuhnya.

Menurut Fahmy, maraknya tindakan kekerasan, pemerkosaan, pergaulan bebas, tawuran antar pelajar dan remaja geng motor, menunjukkan adanya krisis moral yang terjadi pada pelajar Indonesia. 

Dalam hal itu, Fahmy berharap agar pemerintah dapat mengejawantahkan jargon Revolusi Mental sekaligus program Profil Pelajar Pancasila secara lebih konkret dalam kurun waktu jabatan yang tersisa.

“Pemerintahan Presiden Jokowi akan segera berakhir. Masih ada waktu untuk membuat gebrakan Revolusi Mental di kalangan pejabat dan aparat. Masih ada waktu untuk mengefektifkan pencapaian Profil Pelajar Pancasila kepada pelajar-pelajar kita. Kami berharap pemerintah mampu meninggalkan legacy yang baik, khususnya dalam hal perbaikan mental dan moral bagi bangsa kita ke depan,” jelas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya