PN Jakpus Perintahkan KPU Tunda Pemilu 2024, Jubir PKB: Rampas Hak Politik Rakyat!
- Istimewa
VIVA Politik - Putusan kontroversial Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 terus menuai kritik. Elite partai politik atau parpol pun bersuara mencibir putusan PN Jakpus.
Juru Bicara DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Mikhael Sinaga heran dengan putusan PN Jakpus dinilai tak tepat. Menurut dia, perkara tersebut antara persoalan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dengan KPU.
Mikhael bilang mestinya putusan majelis hakim PN tak sampai dengan penundaan pemilu. Tapi, menurutnya, putusan tersebut yang rasional hanya kepada dua kubu yang bersengketa.
"Aspek hukumnya harus diperiksa kembali karena perkara ini adalah antara Partai Prima dengan KPU sebagai penyelenggara pemilu. Tapi, kok putusannya malah merampas hak politik rakyat," kata Mikhael, dalam keterangannya, Senin, 6 Maret 2023.
Mikhael menyampaikan Pemilu adalah milik semua warga negara. Kata dia, jangan sampai merusak demokrasi dengan menunda pemilu demi kepentingan kelompok tertentu.
Dia mengingatkan jika putusan tersebut diberlakukan maka sama dengan merampas hak politik rakyat. Ia menyebut hal tersebut akan membuat rakyat kecewa berujung kemarahan.
"Semua penyelenggara pemilu atau pengadilan mana pun saya harap tidak membuat keputusan yang merampas hak politik rakyat dan menyakiti hati masyarakat luas. Karena dampaknya bisa sangat berbahaya kalau rakyat kecewa," jelas Mikhael.
Sebelumnya, PN Jakpus mengabulkan gugatan Prima terhadap KPU. Dalam putusannya, PN Jakpus memerintahkan KPU selaku tergugat agar tak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024.
"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan majelis hakim PN Jakpus yang diketuk pada Kamis, 2 Maret 2023.
Putusan PN Jakpus itu pun panen kritikan. Mulai pengamat politik, elite parpol, hingga ahli hukum tata negara ramai-ramai mengkritik putusan yang kontroversial tersebut.