Pakar: Putusan MK Layak Diapresiasi di Tengah Kegundahan Potensi Perpanjangan Jabatan Presiden
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro
VIVA Politik - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan masa jabatan Presiden terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terhadap UUD 1945 diapresiasi. Putusan MK dinilai membuat publik berharap terhadap Pemilu 2024.
Demikian disampaikan pakar hukum tata negara Feri Amsari. Menurut dosen Univesitas Andalas itu putusan MK layak diapresiasi karena di tengah kegundahan publik terhadap wacana perpanjangan masa jabatan Presiden.
"Itu putusan MK yang menolak perpanjang masa jabatan tentu saja putusan yang layak diapresiasi di tengah kegundahan banyak orang soal potensi perpanjangan masa jabatan Presiden," kata Feri dalam pesan singkatnya kepada VIVA, Selasa, 1 Maret 2023.
Feri bilang dengan MK yang sudah memutus dan isi bunyinya menolak maka publik bisa berharap terhadap penyelenggaran Pemilu 2024. Ia berharap penyelengagraan Pemilu 2024 bisa berjalan dengan baik.
"Dan, mulai berkonsentrasi kepada calon-calon sehingga partai politik juga tidak bicara lagi perpanjangan lagi tapi mari fokus menyambut Pemilu 2024," ujar Feri.
Dalam perkara yang teregister dengan Nomor 4/PPU-XXI/2023 dengan pemohon adalah Herifuddin Daulay yang berprofesi sebagai guru honorer.
Sebelumnya, hakim MK Saldi Isra menyampaikan majelis hakim belum punya alasan hukum yang kuat untuk mengubah pendirian terkait pengujian Pasal 169 huruf n yang mengatur masa jabatan presiden.
“Sehingga, pertimbangan hukum dalam Putusan MK 117/PUU-XX/2022 tersebut mutatis mutandis berlaku menjadi pertimbangan hukum dalam putusan a quo. Artinya norma pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf I UU/2017 adalah konstitusional,” kata Saldi dikutip dari laman web mkri.id
Saldi menjelaskan Pasal 169 huruf n menyatakan belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama dimaksudkan untuk mempertahankan substansi norma Pasal 7 UUD RI Tahun 1945.
Dengan demikian, menurutnya, ketentuan yang tertuang dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf I Nomor 7 Tahun 2017 sebagai rujukan yang mesti diikuti penyelenggara Pemilu soal persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.