RUU PPRT 19 Tahun Mandeg, Partai Garuda: Kearifan Lokal, Tak Semuanya Harus Disamakan
- Istimewa
VIVA Politik - Pemerintah mendorong agar Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dipercepat pengesahannya. Alasannya, RUU tersebut sudah 19 tahun mandeg, tak kunjung disahkan.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Garuda Teddy Gusnaidi menilai ada alasan kuat RUU PPRT bisa mandeg hingga 19 tahun. Dia khawatir, RUU itu malah akan merugikan kalangan PRT.
"Kami menilai, dengan adanya UU ini malah akan membuat para PRT kehilangan pekerjaan. Mungkin itu yang membuat mandeg," kata Teddy, dalam keterangannya, Senin, 13 Februari 2023.
Dia mengatakan demikian dengan mencontohkan ada banyak pasangan suami istri yang bekerja. Pasangan suami istri itu kemungkinan perlu PRT untuk membantu urusan rumah tangga termasuk anak.
Baca Juga: Sindir DPR Soal RUU PPRT, Mahfud: Ada yang Seminggu Selesai
Namun, ia mengingatkan jika RUU PPRT disahkan jadi UU, maka akan ada konsekuensinya. Salah satunya kemungkinan upah ART yang mesti dibayar sesuai aturan UU.
"Maka mereka harus membayar PRT dengan upah yang sesuai dengan aturan, artinya salah satu upah dari pasangan suami istri, semuanya diperuntukkan untuk membayar upah PRT," tuturnya.
Teddy menekankan jika itu terjadi maka khawatirnya banyak yang keberatan dengan menggunakan jasa ART.
"Yang terjadi, akhirnya mereka tidak lagi menggunakan PRT," jelas Teddy.
Bagi dia, tak semua segala hal mesti jadi acuan yang sama dengan adanya aturan. Ia berpandangan urusan ART adalah kearifan lokal.
"Ini kearifan lokal, tidak semuanya harus disamakan," ujarnya.
Pun, dia menjelaskan pandangannya yang bukan berarti diskriminasi. Kata dia, biasanya jasa PRT itu berasal dari lingkungan setempat yaitu orang yang mengisi waktu buat bantu-bantu keuangan keluarga.Â
"Jika dilegalkan, maka akan banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan," tuturnya.
Menurut dia, bila alasannya untuk perlindungan dari kekerasan dan tindak pidana lain terhadap PRT, maka sudah ada UU dan aturannya. Dia berpendapat urusan PRT belum perlu dispesifikasikan dengan UU.Â
"Jadi tidak perlu lagi dikhususkan, karena tindak pidana itu bukan hanya terjadi pada PRT, tapi juga masyarakat lainnya," katanya.