Perpanjangan Jabatan Kades Dinilai Bentuk Kolusi Politisi untuk Menjarah Suara
- ANTARA FOTO
VIVA Politik - Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa atau kades dinilai sebagai bentuk kolusi politisi. Wacana itu diduga didorong partai politik untuk menjarah suara melalui kades.
Demikian disampaikan Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini dalam diskusi publik 'Dinamika Politik Menuju 2024: Apa Kata Big Data'.
Didik menjelaskan hasil data yang dikelola perusahaan riset Continuum Big Data Center. Menurut dia, perpanjangan masa jabatan kades masuk lima masalah politik krusial dalam perbincangan publik.
Dia bilang, empat masalah lainnya adalah tunda pemilu, kredibilitas Komisi Pemilihan Umum (KPU), politik dinasti, dan kemunduran demokrasi.
Ia mengatakan dari riset, diketahui wacana masa jabatan kades mendapatkan sentimen negatif dari masyarakat sebesar 95,7 persen.
Pun, dia mencontohkan inti dari demokrasi adalah pembatasan kekuasaan. Maka itu, setiap jabatan publik dibatasi dua periode untuk Presiden sebagai contoh.
"Wacana perpanjangan masa jabatan kades adalah bentuk kolusi politisi untuk menjarah suara melalui kades. Tetapi, mengkhianati demokrasi," kata Didik, dalam keterangannya yang dikutip pada Senin, 6 Februari 2023.
Dia mengatakan cara kolusi politisi dengan kades itu bertujuan untuk transaksi suara. Bagi dia, hal itu ibarat kolusi anti demokrasi yang menindas rakyat.
Didik mengingatkan kekuasaan dalam demokrasi adalah bisa menerapkan check and balance.
"Memberikan kekuasaan kepala kepala desa selama 9 tahun dan mungkin bisa 3 periode sama najisnya dengan praktik jabatan Presiden seumur hidup," jelas pendiri Continuum Bigdata Center tersebut.
Menurut Didik, wacana perpanjangan jabatan kades masih terus berlangsung dengan sentimen hampir mutlak negatif. "Tetapi didorong semau gue oleh pejabat, politisi, menteri, dan partai," tutur Didik.