Keluarga Korban Desak DPR Bentuk Pansus Usut Kasus Gagal Ginjal Akut Anak
- vivanews/Andry
VIVA Politik - Keluarga korban gagal ginjal akut progresif Atipikal (GGAPA) mendesak DPR RI bisa segera membentuk Panitia Khusus atau Pansus untuk mengungkap tragedi obat sirop pemicu gagal ginjal. Tragedi itu disebut menyebabkan 324 orang anak jadi korban.
Anggota Tim Kuasa Hukum keluarga korban gagal ginjal akut, Al Araf mengatakan tragedi gagal ginjal akut pada anak belum selesai. Meskipun kasus barunya sudah tidak ada lagi.
"Kami mendesak DPR membentuk Pansus untuk menggungkap dan menyelesaikan tragedi obat beracun yang menyebabkan 200 anak meninggal dunia dan 124 anak lainnya harus menderita gangguan ginjal akut serta penyakit  penyerta lainnya," kata Al Araf saat audiensi dengan Komisi IX DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 25 Januari 2023.
Al Araf menjelaskan, setidaknya ada 5 alasan pihaknya mendorong pembentukan Pansus kasus gagal ginjal akut. Pertama, ia menyinggung belum ada standar pengujian kadar Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (DEG) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dia menyindir sudah setahun berlalu sejak ditemukan kasus gagal ginjal misterius pada Januari 2022. Tapi, belum ada juga langkah dari BPOM dalam melakukan standarisasi pengujian.
"Hingga kini BPOM belum juga membuat standarisasi pengujian EG dan DEG, sejatinya kasus ini hanya dipandang sebelah mata oleh BPOM karena tidak ada bukti konkret perbaikan sistem oleh BPOM," ujarnya.
Pun, dia bilang, penyakit penyerta akibat gagal ginjal akut juga belum menjadi perhatian khusus. Skema pembiayaan pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia yang ditawarkan Kementerian Kesehatan adalah pembayaran umum dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Kedua skema pembiayaan yang ditawarkan oleh Menteri Kesehatan hanya berfokus pada gangguan gagal ginjal tidak pada penyakit penyerta yang diakibatkan oleh GGAPA," tuturnya.
Dia menyoroti demikian karena bukan rahasia umum BPJS merupakan iuran yang dibayarkan oleh korban setiap bulan. "Bukan bantuan yang diberikan secara cuma-cuma oleh Pemerintah," kata Al Araf.
Lalu, yang ketiga, dia menyebut peraturan soal pedoman cara pembuatan obat yang baik (CPOB) belum diperbaiki dan masih merujuk pada pedoman CPOB tahun 2018. Menurut Al Araf, seharusnya pedoman CPOB ini diperbaharui dan mengikuti kebijakan global seperti pedoman Pharmaceutical Inspection Co-Operation Scheme PE 009-16 (Annexes) 1 February 2022.
Kemudian, dia melanjutkan yang keempat, EG dan DEG merupakan senyawa yang pasti ada dalam kandungan OBAT sirop. Pada 12 Oktober 2022, BPOM dalam laman websitenya menuliskan EG dan DEG bisa ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang dipakai sebagai zat pelarut tambahan.
BPOM sudah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.
"Artinya selama ini EG dan DEG telah digunakan perusahaan farmasi. Hanya saja tidak ditemukan korban karena senyawa yang digunakan tidak melebihi ambang batas, hal ini sekaligus mematahkan argumentasi BPOM yang menyatakan bahwa belum ada standarisasi EG dan DEG ditingkat nasional maupun internasional," kata Al Araf.
Lebih lanjut, dia menyinggung pemerintah belum menetapkan tragedi obat beracun sebagai kejadian luar biasa (KLB). Mestinya pemerintah bisa menetapkan KLB. Dia mengatakan hal itu karena angka kematian terkait gagal ginjal akut di Indonesia telah mencapai lebih dari 55 persen dari kasus yang ada.
Dia merujuk data Per 16 November 2022 dari 324 kasus gagal ginjal akut. Dari data itu, 199 di antaranya telah meninggal dunia sehingga kriteria angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50 persen telah terpenuhi.
"Karena itu kami dan keluarga korban GGAPA mendesak DPR RI untuk membentuk Pansus guna mengungkap dan menyelesaikan tragedi obat beracun yang telah menyebabkan 324 orang anak menjadi korban," tuturnya.
Dia menegaskan kembali, kasus gagal ginjal akut ini sudah layak ditetapkan jadi KLB.
"Serta meminta DPR RI untuk mendesak Kementerian Kesehatan agar segera menetapkan tragedi ini sebagai kejadian luar biasa," sebutnya.
Â