Kritik Pemilu Coblos Logo Parpol, Sekjen PAN: Demokrasi Justru Kembali Gelap
- VIVA / Andrew Tito (Jakarta)
VIVA Politik - Wacana Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup terus jadi sorotan dan dapat penolakan. Elite dari banyak partai politik (parpol) masih ingin pemilu sistem proporsional terbuka.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno menilai sistem proporsional terbuka merupakan langkah maju meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia. Maka itu, ia mendukung hasil rapat kerja Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu yang berkomitmen menyelenggarakan Pemilu berlandaskan UU Nomor 7 Tahun 2017 dengan sistem proporsional terbuka.
"Sistem proporsional terbuka memastikan masyarakat terlibat langsung secara dekat dengan caleg-nya," kata Eddy, Jumat, 13 Januari 2023.
Eddy menambahkan, antara pemilih dengan caleg tak dibatasi struktur dan kelembagaan partai. Dengan demikian, hubungannya menjadi lebih personal.
"Tidak ada ruang gelap antara caleg dan pemilih," kata Eddy.
Sementara, Eddy menyebut sistem proporsional tertutup adalah langkah mundur dalam perjalanan demokrasi pasca reformasi. Alasannya, karena masyarakat tak mengenali caleg yang mereka pilih.
Pun, di sisi caleg juga merasa tak punya tanggungjawab kepada pemilih. Sebab, dalam sistem tertutup, masyarakat pemilih hanya mencoblos logo parpol. Figur caleg malah tak ditampilkan dalam surat suara.
"Ruang terang dan keterbukaan dalam demokrasi justru kembali gelap dengan sistem proporsional tertutup,” ujarnya.
Dia menambahkan, jika menggunakan sistem proporsional tertutup, maka anggota legislatif terpilih nanti tak punya kedekatan personal dengan masyarakat.
Lebih lanjut, Eddy mengatakan, yang akan terjadi justru anggota legislatif bekerja hanya untuk partai dalam kerja jangka pendek dan tidak memikirkan konstituen.
Selain itu, ia menilai sistem proporsional tertutup semakin membuat terbatasnya ruang bagi caleg perempuan untuk bisa terpilih dalam pemilu.
"Sistem proporsional tertutup justru akan menghambat upaya menambah keterwakilan perempuan 30 persen di legislatif. Upaya affirmative action jadi sia-sia dan demokrasi hanya dimaknai prosedural tapi kehilangan substansinya," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR ini.
Lalu, Eddy juga mendukung penuh upaya perbaikan dan sistem manajemen pemilu. Menurut dia, hal itu sebagai upaya perbaiki demokrasi dengan cara yang terukur dan terarah.
"PAN tentu berkomitmen untuk menghapus money politics dan politik transaksional. Sistem proporsional terbuka atau tertutup keduanya memiliki celah politik uang," jelas Eddy.
"Karena itu, kuncinya adalah penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu dan bukan mengubah sistem pemilu," tuturnya.