PKS Beberkan Alasan Menolak Kebijakan Impor Beras
- ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
VIVA Politik – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, menolak tegas kebijakan pemerintah yang melakukan impor beras. Terutama pada masa panen bulan Februari hingga Maret mendatang.
Pernyataan penolakan impor beras tersebut, disampaikan oleh anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, Slamet, saat menyampaikan interupsi dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-14 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 di Gedung Nusantara II, Jakarta. Mewakili F-PKS, dia menyebut kebijakan ini lahir akibat dari sengkarut tata kelola beras nasional.
Pengadaan beras yang diharapkan guna memenuhi stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 500 ribu ton yang datang dari impor beras itu dinilainya tidak masuk akal. Terutama disaat produksi panen beras petani lokal surplus, bahkan bisa mencapai sebesar 1,7 ton.
“Menurut kami, persoalan ini terjadi karena lemahnya tata kelola beras nasional, di mana saat musim panen raya bulan Februari hingga April, penyerapan Bulog yang mendapatkan penugasan pemerintah untuk mengisi CBP sangat rendah. Hanya 233.240 ton. Sedangkan, produksi beras petani dari bulan Februari-April 2022 12,82 juta ton. Artinya, produksi dalam negeri (seharusnya) cukup untuk pemenuhan CBP,” jelas Slamet, Selasa, 10 Januari 2023.
Lebih jauh, menurut Slamet, jika kebijakan impor beras tetap dilaksanakan, maka akan menyengsarakan petani lokal Indonesia.
“Impor ini akan merugikan petani dalam negeri. Kami meminta pemerintah melalui Perum Bulog memaksimalkan penyerapan beras dari petani (lokal) untuk kebutuhan CBP dengan harga yang layak khususnya pada panen raya. Sehingga, tidak ada alasan lagi kekurangan stok di akhir tahun,” kata Slamet.
Di sisi lain, legislator daerah pemilihan Jawa Barat IV, itu juga menyayangkan sikap pemerintah yang belum maksimal mengendalikan harga beras yang masih melambung tinggi di Indonesia.
Diketahui, berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan (PIHP) per Jumat, 6 Januari 2023, komoditas beras merangkak naik dengan rata-rata Rp 12.700 per kg, yang sebelumnya rata-rata senilai Rp 12.650 per kg.
“Mengenai kondisi harga beras yang tinggi, padahal sudah dilakukan impor beras, maka pemerintah harus berani mengaudit stok gudang di perusahaan-perusahaan beras untuk mencegah terjadinya penimbunan yang mempengaruhi harga beras nasional,” kata Slamet.