Jubir PKB: Kalau MK Kabulkan Pemilu Sistem Tertutup, Ini Kemunduran
- vivanews/Andry Daud
VIVA Politik - Wacana pengembalian sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024 menuai penolakan. Banyak pihak termasuk elite partai politik atau parpol ingin Pemilu 2024 tetap proporsional terbuka.
Juru bicara milenial PKB, Mikhael Benyamin Sinaga menolak keras wacana proposional tertutup. Dia menilai sistem itu bertentangan dengan semangat anak muda yang kini makin melek dan antusias terhadap politik.
Mikhael mengatakan dengan merujuk hasil dua pemilu terakhir, partisipasi pemilih muda terus meningkat.
"Anak muda juga mulai banyak yang terjun ke politik. Baik sebagai simpatisan maupun bergabung dengan partai politik. Saya minta elite jangan khianati semangat itu hanya karena takut jabatannya hilang," kata Mikhael, dalam keterangannya, Senin, 9 Januari 2023.
Dia menyinggung hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang dilakukan pada 8-13 Agustus 2022. Ia bilang partisipasi pemilih muda di Indonesia terus meningkat dari Pemilu 2014 ke Pemilu 2019.
Kata Mikhael, mengacu survei CSIS, dengan 85,9 persen mengaku memilih pada Pemilu 2014. Sementara, di Pemilu 2019 persentase pemilih meningkat menjadi 91,3 persen dari total responden yang berusia 17-39 tahun saat survei dilaksanakan.
“Pemilih Indonesia saat ini didominasi oleh anak muda yang berusia sekitar 17-39 tahun. Bahkan populasi pemilih muda diprediksi bakal mencapai sekitar 60 persen dari total pemilih pada Pemilu 2024," jelas Mikhael.
Mikhael mengkritik sistem proporsional tertutup akan membuat anak-anak muda tak lagi tertarik dengan politik. Bahkan, ia menyampaikan sistem tersebut akan mengendurkan partisipasi anak muda dalam pemilu serentak 2024.
“Keputusan MK kali ini sangat krusial, kalau ini dikabulkan, besok apa lagi? Pemilihan presiden lewat DPR? Semua anak muda sepakat, kembali ke sistem tertutup ini kemunduran. Apa MK nanti mau tanggung jawab kalau pada golput semua?" ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengaku sudah mengkaji bersama rekan-rekan di PKB. Ia bilang sudah menemukan kelemahan dari sistem proporsional tertutup.
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menyusun kotak suara yang berisi surat suara hasil Pemilu 2019. (Foto ilustrasi)
- ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Menurut dia, pemilih tak punya peran menentukan siapa caleg yang jadi anggota Legislatif dari antara para calon di sebuah partai politik. Dia bilang dengan kondisi itu, otomatis akan menjauhkan hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pasca pemilu.
“Coba ingat dulu saat kita pakai sistem tertutup, oligarki di internal partai semakin kuat. Dan, banyak politik uang dalam jual beli nomor urut. Kita mundur 20 tahun kalau kembali ke situ,” jelasnya.
Dia menambahkan dengan sistem tertutup anggota legislatif terpilih akan kurang bertanggungjawab terhadap masyarakat pemilih.
Mikhael khawatir sistem itu malah membuat anggota legislatif nanti tak menyambungkan aspirasi masyarakat. Tapi, malah memperjuangkan aspirasi pimpinan partai pengusung.
"Kalau begitu namanya jangan Dewan Perwakilan Rakyat. Tapi, ganti aja jadi Dewan Perwakilan Partai Politik," tuturnya.