Pimpinan Komisi II DPR: Pemilu Proporsional Tertutup Disukai Parpol Otoriter

Penghitungan Surat Suara Pemilu 2019. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Politik - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin menyebut sistem Pemilu Legislatif atau Pileg dengan proporsional tertutup disukai partai politik (parpol) yang punya tradisi otoriter. 

DPR Dorong Audit Dana Hibah Pemilu dan Pilkada Serentak 2024

Dia mengkritisi untuk kader parpol yang berjiwa oportunis, elitis dan tak mampu berkomunikasi dengan publik, sistem proporsional tertutup jadi peluang terbesar bagi karir pribadinya.

"Bagi parpol yang punya tradisi komando yang kuat dan sedikit otoriter, sistem ini lebih disukai," kata Yanuar, Rabu, 4 Januari 2023.

Bawaslu RI Imbau Pengawasan Pilkada Harus Santun dan Riang Gembira

Menurut dia, hal itu jadi gejala aneh di tengah persiapan Pemilu 2024. Ia heran kemuculan wacana sistem pemilu proporsional terbuka dikembalikan menjadi proporsional tertutup.

Petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) memeriksa kelengkapan logistik Pemilu sebelum didistribusikan ke kelurahan di gudang logistik KPU Jakarta Pusat (Foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Mahfud Md Nilai Demokrasi dan Hukum Indonesia Berada pada Situasi yang Tepat

Sistem proporsional tertutup mencuat karena judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mengingatkan sistem proporsional tertutup dipakai sepanjang pemilu zaman Orde Baru. 

"Apa yang terjadi? Rakyat tak kenal calon yang akan mewakilinya. Di TPS para pemilih seperti membeli kucing dalam karung, kedaulatan pemilih dikubur oleh kedaulatan partai dan kegairahan politik hanya milik segelintir pengurus partai," jelas Yanuar.

Pun, Yanuar mengaku bila sistem proporsional terbuka juga tidak sempurna. Sebab, dari hasil sistem itu membuat menguatnya pragmatisme caleg dan pemilih. Lalu, sistem itu juga berimbas terhadap biaya mahal, politik uang marak, muncul tokoh-tokoh baru non kader partai.

"Kerumitan dalam pemungutan dan penghitungan suara, kompetisi yang tidak sehat bahkan di antara sesama caleg partai, hingga terabaikannya kualitas caleg yang terpilih," tutur politikus PKB tersebut.

Namun, menurut dia, semua itu mesti dihapami sebagai proses belajar demokrasi yang sedang berjalan. Kata dia, pada akhirnya semua pihak akan menemukan titik keseimbangan untuk bersama-sama mengerem laju pertumbuhan negatif dari demokrasi.

Lebih lanjut, dia mengibaratkan jika mobil direm secara paksa dan mendadak pasti menimbulkan kegoncangan bagi para penumpangnya. Bahkan, aksi itu bisa memunculkan kecelakaan yang fatal.

"Boleh juga disebut, mereka yang ingin mengembalikan sistem pemilu ke arah tertutup sama saja dengan pembawa musibah dan kecelakaan. Apalagi jika MK turut melegalisasi sistem tertutup ini, maka berarti Mahkamah Konstitusi sudah terjebak dalam parpol konspirasi ini," lanjutnya.

Dia meminta agar tak main-main dengan persoalan sistem pemilu. Yanuar menekankan sudah ada upaya dari berbagai pihak berinvestas untuk menumbuhkan kegairahan demi keterlibatan partisipasi politik rakyat.

“Memperkuat hubungan timbal balik antara rakyat dan wakilnya, serta membangun budaya kompetisi yang masih terukur," ujarnya.

Yanuar menambahkan, oligarki politik relatif dapat hambatan untuk tumbuh melalui sistem proporsional terbuka ini.

"Sistem proporsional terbuka juga telah memberi peluang kepada segenap warga negara untuk berkarir dalam politik. Apapun latar belakangnya. Hak asasi atas karir pribadi ini juga harus dijamin oleh parpol, tidak boleh dirampas atas nama kaderisasi belaka," tuturnya.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya