Gugatan Sistem Pemilu 2024, PAN: MK Harus Berdiri Tegak dan Adil
- Dok. DPR.
VIVA Politik – Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) berhati-hati dalam memutuskan uji materi Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya terkait sistem pemilu.
"MK harus berdiri secara tegak dan adil dalam mengadili perkara tersebut. Jangan sampai ada dugaan bahwa MK cenderung tidak berlaku adil karena lebih memilih salah satu sistem daripada yang lainnya," kata Saleh dalam keterangannya, Jumat, 30 Desember 2022.
Hal itu disampaikan Saleh, merespons banyak pihak yang uji materi Pasal 168 Ayat (2) UU Pemilu. Pasal tersebut mengatur tentang sistem proporsional terbuka atau pemungutan suara dengan memilih calon anggota legislatif.
Saleh menjelaskan, sejak tahun 2008, sistem pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional terbuka, yang diberlakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Putusan MK tanggal 23 Desember 2008 yang menyatakan bahwa pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Dengan begitu, MK menyatakan bahwa sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak. Keputusan MK itu sudah benar, buktinya sudah dipakai berulang kali dalam pemilu yaitu 2009, 2014, dan 2019," kata mantan Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhamadiyah tersebut.
Menurut Saleh, sejauh ini tidak ada kendala apa pun dalam penggunaan sistem proporsional tersebut. Karena masyarakat menerimanya dengan baik dan partisipasi politik publik juga tinggi.Â
Saleh juga menjelaskan dalam putusan MK tanggal 23 Desember 2008, Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi menyampaikan bahwa sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi.
Saleh menambahkan, menurut Hakim Arsyad penerapan sistem nomor urut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat karena kehendak masyarakat yang tergambar dari pilihan mereka tidak dihiraukan dalam penetapan anggota legislatif.
"Argumen itu jelas tertuang dalam pertimbangan hukum majelis ketika itu. Tentu sangat aneh, jika argumen bagus dan rasional seperti itu dikalahkan, apalagi Putusan MK sifatnya final dan mengikat," ujarnya.
Karena itu, Saleh berharap agar para hakim konstitusi tetap konsisten dengan putusan yang sudah pernah dibuat para hakim sebelumnya untuk menjaga wibawa dan kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan.
Untuk diketahui, saat ini Indonesia menganut sistem proporsional terbuka. Dimana pemilih menyoblos caleg dan yang mendapat suara terbanyak lah yang lolos. Sedangkan proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai. Yang lolos akan ditentukan oleh nomor urut caleg.