Tolak Proporsional Tertutup, Andi Mallarangeng Sarankan Sistem Distrik untuk Pemilu 2024
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Politik – Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng tak setuju dengan wacana penerapan sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024 mendatang, seperti apa yang disampaikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari.
Terkait wacana tersebut, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga itu mengatakan sistem proporsional tertutup memiliki banyak celah, sehingga dikhawatirkan banyak wakil rakyat yang lebih mementingkan parpol ketimbang rakyat yang mereka wakilkan.
Selain itu, Andi Mallarangeng juga menyebut sistem ini dapat melemahkan masyarakat atau pemilih di pemilihan umum, pasalnya masyarakat hanya dapat memilih gambar partai saja dan tak lagi mengetahui siapa orang yang akan menjadi wakilnya kelak.
“Selama Orde Baru, dengan sistem proporsional tertutup, yang terjadi adalah tampilnya anggota-anggota parlemen yang tidak dikenal oleh rakyat yang diwakilinya. Maklum, rakyat hanya memilih tanda gambar partai, dan siapa yang terpilih pada dasarnya adalah nomor urut yang ditentukan oleh parpol,” ujar Andi Mallarangeng dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis 29 Desember 2022.
Menurut pria 59 tahun itu, sistem proporsional tertutup memungkinkan wakil rakyat yang terpilih nantinya hanya akan memihak ke atas dan tidak memihak ke rakyat. Selain itu, kata dia, oligarki partai juga bakal kembali mencuat dan hak-hak rakyat akan dikebiri.
Sarankan sistem distrik
Lebih lanjut, ketimbang menerapkan sistem proporsional tertutup, Andi Mallarangeng justru menyarankan sistem distrik untuk diterapkan di pemilu 2024 mendatang. Menurutnya, melalui sistem distrik masyarakat dapat menemukan wakil rakyat yang relevan dengan kebutuhan.
“Sebenarnya, kalau kita mau maju mestinya kita maju ke arah sistem distrik, first past the post. Wakil rakyat dipilih langsung oleh rakyat, di mana satu dapil hanya ada satu kursi. Dapilnya kecil, hubungan antara rakyat dan wakilnya jelas, akuntabilitas kuat. Tapi kita tahu sejak dulu mayoritas parpol tidak percaya diri dengan sistem distrik,” ungkapnya
Jika sistem distrik dianggap terlalu sulit, lanjut dia, pemilu dapat dilakukan dengan menggabungkan dua sistem yakni distrik dan proporsional. Dengan sistem tersebut mayoritas anggota parlemen dipilih dengan sistem distrik, namun ada sebagian kursi diperebutkan dengan sistem proporsional tertutup.
“Kalau merasa kita belum mampu mengadopsi sistem distrik, mestinya kita maju ke arah sistem campuran distrik dan proporsional, seperti di Jerman, yang diusulkan Tim 7 dulu. Yang terakhir ini mengkombinasikan akuntabilitas yang kuat kepada rakyat dengan kebutuhan partai untuk menempatkan elitnya di parlemen,” paparnya
Meski demikian, ia tetap beranggapan sistem proporsional terbuka merupakan yang terbaik untuk saat ini, dikarenakan sistem tersebut memberi masyarakat cukup ruang untuk memilih langsung wakilnya.
“Kalau sistem campuran ala Jerman ini tetap dianggap masih terlalu ‘menakutkan’ bagi elit partai, ya sudah, marilah kita tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Janganlah hak rakyat untuk memilih langsung wakilnya dikebiri dengan mundur ke sistem proporsional tertutup.” Demikian Andi Mallarangeng.