Dewan Koperasi Khawatir Pengawasan OJK di RUU Bisa Tumpang Tindih Aturan

Ketua Umum Dekopin, Sri Untari Bisowarno Dalam RDP Dengan Komisi XI DPR RI
Sumber :

VIVA Politik – Keterlibatan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dalam pengawasan koperasi, seperti yang termuat dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK), masih ditolak.

OJK Harap Pertumbuhan Ekonomi Era Prabowo Tinggi karena Bisa Dorong Kredit Perbankan

Pihak Dewan Koperasi dalam pembahasan bersama-sama DPR, masih belum menyetujui itu. Ketua Umum Dewan Koperasi Indoensia atau Dekopin, Dr.Sri Untari Bisowarno, menilai ketentuan di RUU itu bisa bertentangan dengan UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Dia juga khawatir, bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7/2021. Yang menjadi aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), serta UU 21/2011 tentang OJK.

8 Pinjol Legal Cepat Cair, Tawarkan Limit Besar dan Bunga Rendah

"Perlu dijaga agar kehadiran RUU PPSK yang mengatur usaha simpan pinjam oleh koperasi tidak membuat tumpang tindih (disharmonisasi) dengan regulasi perkoperasian," kata Sri Untari, dikutip Kamis 1 Desember 2022.

Penjelasan itu disampaikannya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI, pada Rabu kemarin 30 November 2022.

3 Pinjaman Online Legal Bunga Rendah, Pengajuan Aman dan Cepat

Menurut dia, OJK tugasnya adalah mengatur dan mengawasi industri atau lembaga jasa keuangan. Terutama yang bertransaksi dengan masyarakat.

"Sedangkan usaha simpan pinjam tidak melakukan transaksi dengan masyarakat," lanjutnya. 

Lebih lanjut dijelaskan Ketua Umum Koperasi Setia Budi Wanita (SBW) Malang, Jawa Timur ini juga mengkritisi salah satu ketentuan UU 1/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yang menyebutkan bahwa LKM dapat memiliki badan hukum koperasi. Maka pihaknya mendesak ketentuan LKM berbadan koperasi harus segera direvisi.

"Inilah yang sebenarnya menjadikan confuse dan kami mohon ini nanti dikeluarkan dari kata koperasinya dikeluarkan dari kata LKM," katanya.

"Sehingga LKM biarkan berbentuk LKM, jangan berbentuk koperasi. Karena kalau LKM berbentuk koperasi nanti confuse lagi, dia akan mengambil dana masyarakat, dimasukkan dalam LKM, lalu kemudian mereka mengatasnamakan koperasi, dan ketika jatuh yang jelek koperasi," jelas Ketua Fraksi PDIP DPRD Jawa Timur itu.

Perubahan Pasal 44 UU 25/1992 yang dikembangkan menjadi 24 pasal baru dalam draft RUU PPSK terkait Usaha Simpan Pinjam (USP) Koperasi, juga dikritisinya. Sebab menempatkan USP Koperasi sebagai bagian usaha sektor keuangan yang bertransaksi dengan masyarakat. Maka ketentuan ini memuluskan usulan pengawasan KSP oleh OJK. 

Tetapi menurut dia, menimbulkan disharmonisasi dengan kewenangan Kementerian Koperasi dan UKM, yang tertuang dalam aturan turunan UU Cipta Kerja yakni PP 7/2021.

Juga RUU PPSK mengatur kegiatan USP hanya dilakukan koperasi simpan pinjam sebagai sebuah lembaga. Semenetara lanjutnya, pada PP Nomor 7 tahun 2021, USP dapat dilakukan tidak hanya secara kelembagaan. Juga melalui koperasi.
 
PP tersebut juga, lanjut dia, melarang transaksi bisnis koperasi di sektor keuangan, dan usaha simpan pinjam koperasi dilarang melakukan transaksi dengan bukan anggota. 
 
"Transaksi pelayanan adalah transaksi antara koperasi dengan anggota sebagai pemiliknya. Sedangkan transaksi bisnis adalah transaksi koperasi dengan bukan anggota," tandas Sri Untari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya