Politisi Golkar Misbakhun Kritik Keras Menkeu Naikkan CHT
VIVA Politik – Politisi Partai Golkar yang juga anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, mengkritik kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) 10%. Kenaikan ini mulai berlaku pada 2023 dan 2024.
Kebijakan yang diumumkan oleh Menteri Keuangan tersebut, menurut Misbakhun adalah keputusan sepihak. Dia memastikan, keputusan itu akan memukul petani tembakau.
“Kenaikan cukai ini adalah bukti bahwa Menteri Keuangan tidak berpihak pada kehidupan petani tembakau dan tidak pernah memedulikan jeritan aspirasi petani tembakau maupun buruh IHT (industri hasil tembakau),” ujar Misbakhun di Jakarta, Jumat 4 November 2022.
Misbakhun memang selalu menyuarakan pembelaannya terhadap petani tembakau selama ini. Dia menilai kebijakan Menkeu Sri Mulyani tentang kenaikan CHT dalam tiga tahun terakhir ini begitu eksesif.
Dia merinci, pada 2020 naik 23%. Lalu CHT kembali naik 12,5% pada 2021. Adapun kenaikan CHT pada 2022 sebesar 12 persen. Lebih lanjut dijelaskan Misbakhun, kenaikan CHT sebesar 10% ini saja menjadi pukulan telak bagi petani tembakau.
“Sudah 4 tahun berturut turut keadaan petani tembakau tidak baik-baik saja, bahkan terpuruk karena mereka harus menghadapi harga hasil panen yang anjlok dan penyerapan di pasar yang lambat,” tuturnya.
Legislator dari Daerah Pemilihan II Jawa Timur itu juga mengatakan, tingginya tarif CHT akan membuat perusahaan IHT mengurangi produksi. Efeknya nanti, adalah pengurangan pembelian bahan baku dari petani.
“Mohon dicatat bahwa 95% tembakau yang dihasilkan petani itu untuk bahan baku rokok. Jadi, salah satu penyebab kerontokan ekonomi petani tembakau selama 5 tahun ini adalah dampak dari kenaikan cukai yang sangat tinggi,” katanya.
Kebijakan yang diputuskan oleh Menkeu ini juga, menurutnya bukanlah keputusan bijak disaat ekonomi nasional masih terdampak pandemi. Saat ini, secara makro perekonomoan nasional sedang rentan karena kondisi ketidakpastian yang disebabkan reses global.
“Kondisi ini tentu berakibat pada tidak stabilnya daya beli termasuk terhadap produk tembakau. Kita juga belum benar-benar bisa keluar dari krisis akibat pandemi,” katanya.
Misbakhun menganggap telah melakukan fait accompli. Dimana dia merujuk Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang No 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Dari aturan itu, jelas Misbakhun, pemerintah seharusnya menyampaikan rencana kebijakan itu kepada DPR untuk memperoleh persetujuan.
Mantan pegawai Direktorat Jendera Pajak Kemenkeu itu beralasan, karena merupakan bagian dari penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai dalam RAPBN.
Wakil rakyat dari Pasuruan Jawa Timur itu juga menjelaskan alasan lainnya. Dimana keputusan rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI bersama pemerintah pada 26 September 2022 yang memberi mandat kepada Komisi XI DPR membahas kenaikan cukai dan ekstensifikasi cukai 2023 paling lama 60 hari setelah pengesahan RUU APBN 2023, menjadi UU APBN 2023 pada sidang paripurna DPR 29 September lalu.
“Faktanya, pemerintah tidak melibatkan DPR dalam perumusan kenaikan tarif cukai itu. Bagi kami anggota DPR, ini adalah sebuah fait accompli pemerintah yang membuat keputusan sepihak,” jelas Misbakhun.
Untuk itu, Misbakhun memastikan Komisi XI akan memanggil Menkeu Sri Mulyani, terkait kebijakan yang telah diambil tersebut.
“Komisi XI dengan kewenangannya akan mengagendakan rapat kerja dengan Menteri Keuangan untuk meminta keterangan perihal kenaikan tarif CHT tersebut,” katanya.