Ketua KPU Sebut Pemilu di RI sejak 2004 Paling Rumit di Dunia, Lebih Rumit Lagi pada 2024

Ketua KPU Hasyim Asyari
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Politik – Ilmuwan politik dan peneliti asing menilai sistem pemilu di Indonesia sejak tahun 2004 merupakan paling rumit di dunia yang diamini kebenarannya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dan, pemilu tahun 2024, menurut KPU, akan lebih rumit lagi dibanding pemilu-pemilu sebelumnya.

DPR Dorong Audit Dana Hibah Pemilu dan Pilkada Serentak 2024

Dalam wawancara eksklusif dengan VIVA pada program The Interview di Jakarta, Senin, 24 Oktober 2022, Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengakui, mengutip penilaian peneliti asing pengkaji demokrasi dan kepemiluan, "elections in Indonesia are the most complicated in the world".

Dia mencoba menjelaskan secara ringkas kerumitan itu, dimulai dari pemilu presiden secara langsung dengan konsekuensi bahwa untuk menang, pasangan calon presiden dan walil presiden haru meraih suara sekurang-kurang 50 persen plus 1 suara sah nasional.

Puan Pimpin Rapat Persiapan Uji Kelayakan Capim dan Dewas KPK

Ketua KPU Hasyim Asyari

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Itu belum cukup, karena persebaran perolehan suara harus sekurang-murangnya separuh dari total jumlah provinsi di Indonesia. Ditambah lagi di setiap provinsi yang menang itu minimal kemenangannya 20 persen perolehan suara.

Jaksa Agung Ungkit Kembali Isu Brimob Kepung Kejagung, Motifnya Dipertanyakan

"... di satu sisi sistem pemerintahan presidensial dan kemudian sistem pemilunya adalah sistem pemilu suara terbanyak dengan varian mayoritas," katanya.

Sistem proporsional dan jumlah dapil

Di sisi lain, katanya, hasil pemilu legislatif menjadi dasar untuk membentuk koalisi di pemerintahahan. Masalahnya, koalisi itu bisa terjadi pada dua tingkat, yakni pada tingkat nasional dan tingkat daerah untuk pemilihan kepala daerah.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari dalam wawancara eksklusif dengan dengan VIVA pada program The Interview di Jakarta, Senin, 24 Oktober 2022.

Photo :
  • VIVA/Ali Wafa

Kerumitan lain terjadi pada sistem pemilu legislatif untuk memilih anggota DPR RI dan DPRD tingkat provinsi dan kota/kabupaten. Berbeda dengan di negara lain yang menganut sistem pemilu secara proporsional tertutup, di Indonesia pemilu legislatif menganut sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. "Artinya, pemilih diberikan kesempatan untuk memilih langsung calon-calonnya, enggak sekadar memilih partai," katanya. 

Konsekuensinya, Hasyim menekankan, desain surat suara mesti berbeda untuk setiap daerah pemilihan (dapil) karena menyesuaikan nama partai dan caleg yang juga berbeda-beda di masing-masing dapil. Menjadi kian rumit lagi karena jumlah dapil se-Indonesia mencapai 2.593 dapil.

"Maka kemudian KPU harus menyiapkan surat suara dengan 2.593 desain dengan nama calon yang berbeda-beda itu. Dari sisi desain saja sudah rumit, ya, kemudian memastikan nama-nama atau informasi atau data yang harus masuk dalam surat suara, masuk dalam formulir, itu harus valid, harus akurat."

Petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) menyusun kotak suara yang berisi surat suara hasil Pemilu Serentak 2019. (Foto ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

"Nanti kalau sudah cetak surat suara, ketika di-packing maupun distribusi, kita harus bisa memastikan bahwa tujuannya itu sesuai dapilnya. Ini juga satu kerumitan tersendiri lagi," katanya.

Kerumitan pada pemilih

Kerumitan tidak hanya akan dialami penyelenggara pemilu, melainkan juga pemilih. Sebab, di tempat pemungutan suara (TPS), pemilih dihadapkan pada lima kertas suara yang meliputi kertas suara pasangan capres-cawapres, daftar caleg DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kota/kabupaten, dan caleg DPD RI. Masing-masing kertas suara berisi nama-nama yang berbeda pula.

"Di situlah penilaian media, penilaian para ahli, para pengamat, para pemantau internasional, untuk menyebut bahwa pemilu di Indonesia ini adalah the most complicated election in the world," katanya.

Petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) memeriksa kelengkapan logistik Pemilu sebelum didistribusikan ke kelurahan di gudang logistik KPU Jakarta Pusat (Foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Nah, pada pemilu tahun 2024, situasinya akan jauh lebih rumit lagi. Sebab, pada tahun yang sama, diselenggarakan pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Di tahun yang sama itu ... akan terjadi, katakanlah, dobel kompleksitas: selain mengelola pemilu nasional yang sifatnya kayak begitu, sudah rumit seperti itu, ditambah pemilu kepala daerah yang rumit seperti itu. Dan boleh dikatakan, beban kerja itu nanti tidak hanya pada KPU; teman-teman partai politik juga punya konsekuensi yang, katakanlah, sibuk juga, mengalami situasi yang berat juga," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya