Polemik Capres Jawa dan Non Jawa, Fahri Hamzah: Orde Lama Mayoritas PM Luar Jawa

Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah.
Sumber :
  • Twitter: Fahri Hamzah

VIVA Politik – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, menyinggung sejumlah elit yang menggunakan Jawa dan non Jawa dalam hal terpilih menjadi Presiden RI.

Menperin Pastikan Gaikindo Bakal Hadirkan Mobil Indonesia sesuai Keinginan Prabowo

Dalam akun twitter pribadinya @fahrihamzah, dia menyinggung pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir. Dimana Erick mengaku Presiden berikutnya adalah orang Jawa, bukan dirinya. Erick sendiri berasal dari Sumatera.

Pernyataan tersebut kemudian mendapat kritikan dari Fahri. Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu menegaskan, tidak ada konstitusi yang mengharuskan Presiden RI dari wilayah tertentu.

Di Istanbul, Wakil Ketua MUI Cerita Kontribusi Turki Utsmani Perkenalkan Masjid Al Aqsa ke Jawa

"Dalam keyakinan saya setelah membaca konstitusi ribuan kali, tidak ada Anasir diskriminatif di dalam konstitusi UUD 1945 kita apalagi setelah amandemen ke empat. Otak ybs belum sampai. Bagaimana mau mimpin kita?" kata Fahri, dikutip VIVA dari cuitannya, Kamis 27 Oktober 2022.

Pernyataan politisi asal Sumbawa NTB itu kemudian mendapatkan berbagai respon. Termasuk netizen yang menyebut bahwa memang selama ini Jawa menjadi kunci.

Alasan Pengadilan Kriminal Internasional Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Israel Netanyahu

Fahri lantas merespon hal tersebut. Mantan politisi PKS itu kemudian menyinggung, bahwa selama Orde Lama atau Presiden Soekarno, banyak perdana menteri yang justru dari luar Jawa.

"Pertanyaan lanjutannya adalah kenapa pada jaman orde lama mayoritas perdana menteri nya adalah orang luar Jawa dan kenapa zaman orde baru mayoritas presidennya adalah orang Jawa kecuali yang naik karena insiden," katanya.

Beberapa Perdana Menteri yang pernah menjabat seperti Sutan Sjahrir (Sumatera Barat), Amir Sjarifuddin (Sumatera Utara), Mohammad Hatta (Sumatera Barat), Abdul Halim (Sumatera Barat), Mohammad Natsir (Sumatera Barat), hingga Burhanuddin Harahap (Sumatera Utara).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya