Putu DPR: RI Punya Komitmen Kejar Emisi Nol Bersih pada 2060

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Putu Supadma Rudana.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Politik - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Putu Supadma Rudana mendorong komitmen pemerintah terkait perubahan iklim untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060 atau lebih cepat. Menurut dia, parlemen juga harus punya peran menghadapi perubahan iklim.

DPR Ingatkan Kejagung Jangan Ada Motif Pesanan dalam Kasus Tom Lembong

Demikian disampaikan Putu dalam acara ‘2nd Session Parliamentary Forum in The Context of The G20 Parliamentary Speaker’s Summit (P20)’ di Gedung DPR.

“Komitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060 atau lebih cepat, sebagaimana ditegaskan dalam KTT Perubahan Iklim COP-26 yang diadakan di Glasgow tahun lalu, melalui pembangunan rendah karbon (PRK) sebagai tulang punggung strategi pemulihan yang akan membawa Indonesia menuju ekonomi hijau,” kata Putu dalam keterangannya, yang dikutip pada Jumat, 7 Oktober 2022.

Legislator Dukung Sikap Menkopolkam Tindak Siapapun yang Terlibat Praktik Judi Online

Menurut dia, dalam tantangan perubahan iklim, RI sudah menunjukkan komitmennya dengan mendukung dan meratifikasi berbagai perjanjian internasional. Salah satunya terkait Perjanjian Paris atau Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.

Wakil Ketua BKSAP Putu Supadma Rudana (kiri).

Photo :
  • Istimewa
DPR Gelar Fit and Proper Capim KPK Pekan Depan, ICW Ingatkan Ini

Selain itu, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UN Framework Convention on Climate Change) melalui UU Nomor 6 Tahun 1994. Lalu, Protokol Kyoto melalui UU Nomor 17 Tahun 2004. 

“Karena komitmen internasionalnya, Indonesia juga telah mengadopsi tujuan yang ambisius namun dapat dicapai,” jelas politikus Demokrat tersebut.

Maka itu, dia menyinggung, rencana pembangunan jangka menengah masional (RPJMN) 2020-2024 yang mengintegrasi rencana pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 27,3 persen pada 2024. Angka tersebut meningkat 1,3 persen dari rencana 2015-2019.

“Menerbitkan Nationally Determined Contribution (NDC), yang menetapkan target tanpa syarat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen. Dan, target bersyarat sebesar 41 persen (dengan dukungan internasional) dibandingkan terhadap skenario business as usual tahun 2030,” jelas dia.

Pun, ia menyampaikan, parlemen mesti punya peran krusial dalam perumusan kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim. Dia menyebut tiga fungsi utama parlemen yaitu legislatif, penganggaran dan pengawasan. 

Menurut dia, dalam konteks persoalan ini, parlemen mesti bisa memastikan bahwa undang-undang atau tindakan tentang perubahan iklim bersifat inklusif.

"Sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan tiga pilar ekonomi, sosial dan lingkungan. Yang di mana sangat penting selama fase pemulihan pandemi COVID-19," ujar Putu.

Wakil Ketua BKSAP Putu Supadma Rudana (dua dari kiri).

Photo :
  • Istimewa

Maka itu, Putu menambahkan pentingnya anggota parlemen mampu mengintegrasikan pendekatan dengan berbasis hak asasi manusia terhadap perubahan iklim. Selain itu, menurutnya penting juga mengarusutamakan dan meningkatkan visibilitas prinsip-prinsip hak asasi manusia non-diskriminasi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.

Kemudian, Putu menambahkan masyarakat agar bisa diajak berpartisipasi dalam kegiatan terkait aksi iklim. Dia mencontohkan, Bali yang memiliki kearifan lokal yang selalu dijunjung tinggi yaitu filosofi Tri Hita Karana.

“Salah satu strateginya adalah memastikan partisipasi dan kontribusi manusia dalam aksi iklim, yang tidak hanya akan menguntungkan planet ini tetapi juga ekonomi,” kata Putu.

Putu mengatakan, tak ada negara yang sendirian bisa menghadapi krisis iklim. Menurutnya, perlu kerjasama antar negara. Dia bilang, RI diperkirakan perlu sekitar Rp3.416 triliun untuk mengatasi perubahan iklim pada 2030. Lalu, Rp28.223 triliun untuk memenuhi target nol emisi karbon pada 2060. 

Menurut Putu, selain anggaran negara dari APBN, upaya perubahan iklim juga didanai melalui Green Sukuk, obligasi syariah yang berkontribusi pada proyek terkait lingkungan. Dari 2018-2021, penerbitan Sukuk hijau global berjumlah sekitar 3,5 miliar dolar AS. 

Kata dia, upaya itu berhasil mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 10,3 juta ton dari 2018 hingga 2020.

"Indonesia juga telah berhasil, antara lain mendapatkan sekitar USD103,8 juta dari Green Climate Fund (GCF) untuk proposal REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) Reduction Based Payment (RBP)," tutur Putu.

Lebih lanjut, Putu menyampaikan pentingnya peran negara maju yang terus membantu negara berkembang dalam aksi iklim. Kata dia, hal ini seperti upaya mitigasi dan adaptasi. 

Dia bilang cara itu termasuk memenuhi komitmen pendanaan iklim sebesar 100 miliar dolar AS per tahun hingga 2025.

"Negara-negara berkembang juga harus berkontribusi pada upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sesuai dengan agenda global yang disepakati dan berdasarkan kapasitas dan kemampuan nasional mereka," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya